Memahami Alegori Yehezkiel dalam Kisah Ohala dan Oholibah
(Yeh 23, 1-49)
I. Latar Belakang
Yehezkiel adalah seorang imam di Yerusalem. Kala itu Nebukadnezar sebagai raja Babel membuang golongan-golongan atas pada pembuangan pertama (597), termasuk di dalamnya Yehezkiel. Yehezkiel hadir sebagai nabi dalam situasi pembuangan. Kemungkinan nabi Yehezkiel berusia dua puluh lima tahun saat itu, karena lima tahun kemudian, ketika berumur tiga puluh tahun ia dipanggil menjadi nabi. Oleh karena itu tepatlah jika kita mengatakan bahwa nabi Yehezkiel ini hadir untuk menjaga dan menghibur umat Israel yang ada di Pembuangan.
Yehezkiel banyak bernubuat tentang Yerusalem dengan menggunakan metafora dan alegori. Metafora atau pun alegori ini digunakan oleh penulis untuk menyampaikan pesan teologis dan politik yang terkandung di dalamnya.[1] Salah satu alegorinya yang terkenal adalah hubungan antara Allah dan Yerusalem sebagai kedua mempelai. Allah sendiri sebagai mempelai pria dan Yerusalem sebagai mempelai wanitanya. Berangkat dari alegori ini Yehezkiel pun melihat situasi dan kondisi Yerusalem dari kaca mata hubungan sepasang mempelai. Dan persoalan dasar dari hubungan sepasang mempelai adalah ketidaksetiaan terhadap pasangannya. Dan persoalan inilah yang digambarkan Yehezkiel terhadap Yerusalem setelah melihat bagaimana sikap mereka terhadap Allah dan refleksi atas situasi pembuangan.
Yerusalem adalah mempelai wanita yang tidak setia terhadap pasangaannya—Allah. Ia mencampakkan Allah dan berselingkuh dengan allah lain. Yerusalem digambarkan sebagai wanita yang kurang baik, pelacur dan tidak punya harga diri. Seperti yang bisa kita pelajari dari Kisah Ohala dan Oholibah (Yeh 23:1-49). Dengan demikian dalam tulisan singkat ini, penulis ingin mencoba untuk memahami bagaimana relasi Allah dan Yerusalem dalam kisah Ohala dan Oholibah.
II. 1. Keberadaan Perempuan Pada Generasi Yehezkiel
Secara umum diterima pandangan bahwa Yehezkiel hidup dalam sebuah situasi yang sangat kuat akan pergolakan politik, sosial dan agama.[2] Hal ini karena ia mengalami sendiri getirnya situasi serangan Babel terhadap Yerusalem. Namun trauma akan pergolakan ini tidak hanya merongrong keyakinan teologis dan lembaga sosial-politik, tetapi mau tidak mau juga mempengaruhi keadaan psikis setiap individu dan masyarakat secara keseluruhan. Dengan kata lain, kehancuran tidak hanya mempengaruhi lembaga-lembaga politik dan sosial-ekonomi, tetapi juga berdampak pada dinamika interpersonal, identitas diri dan sejumlah aspek lain dari budaya.[3]
Kaum pria pada zaman Yehezkiel sudah terbiasa menganggap kaum perempuan di bawah kendali mereka, sehingga mereka memanfaatkan kemarahan Tuhan untuk menghukum dan mempermalukan perempuan di hadapan publik.[4] Mereka—kaum pria—bertindak seperti ini kepada kaum wanita oleh karena pengalaman yang kurang menyenangkan ketika diserang dan dibawa ke pengasingan oleh bangsa Babel. Corrine Patton telah menyarankan bahwa pengalaman invasi dan penghancuran Yerusalem sangat mungkin terjadi pemerkosaan terhadap kaum pria dan wanita; dia juga mencurigai bahwa prajurit Yerusalem mengalami baik pelemahan psikis maupun fisik di tangan para musuhnya. Perang telah membuat mereka menjadi "Wanita"[5], diobjekkan oleh musuh-musuh mereka dan dijadikan sasaran hinaan yang paling menjijikkan.[6]
Boleh dikatakan bahwa deportasi Babel telah menyimpan luka batin terhadap kaum pria—khususnya para prajurit yang kalah perang—sehingga luka itu mempengaruhi keadaan psikis mereka. Dari situ menyerang pada perbedaan gender. Intinya bahwa perempuan selalu berada di bawah laki-laki dan akan dikontrol oleh laki-laki.
Patton berpendapat bahwa pengaruh psikologi peperangan—pengebirian—dan pembuangan terhadap kaum laki-laki juga membuat mereka menjadi takut untuk disamakan dengan perempuan. Dengan demikian mereka selalu bersikap kasar dan selalu mengintimidasi kaum perempuan.[7] Hemat saya stelah melihat situasi ini, Yehezkiel menggunakan perempuan sebagai alegori untuk melukisakan keadaan suatu bangsa juga karena dipengaruhi oleh pandangan umum akan kaum perempuan pada masa itu. Tindakan bejat seorang perempuan pelacur rupanya gambaran yang pantas untuk melukisakan Yerusalem yang berpaling dari Allah dan menyembah dewa asing.
2. Yerusalem Pengantin yang Berpaling
Pada Kitab Yehezkiel bab 16 dikisahkan panjang-lebar mengenai keterpilihan Yerusalem sebagai pengantin Allah. Yerusalem sebagai pengantin Allah yang sudah dipersiapkan dan dipelihara sejak kecil. Hingga beranjak dewasa Allah memilihnya menjadi pengantinnya. Meskipun sudah diperhatikan dan diasuh sejak kecil dengan memenuhi semua kebutuhannya, Yerusalem tetap saja tidak menyadari betapa besar belas kasih Allah terhadapnya. Ketidaksadaran itu terrealisasi dalam tindakannya yang masih saja berselingkuh dengan allah-allah lain. Allah dicampakkannya sehingga membuat Allah murka atasnya. Yerusalem dilihat sebagai pengantin tanpa iman.
Yerusalem dilukiskan sebagai anak yatim yang tidak diharapkan, lahir dari persatuan antara orang Amori dan Heti dan disingkirkan orangtuanya saat ia lahir. Baik orang tua maupun sanak saudaranya tidak mempedulikannya. Tak ada yang mencintai dan memperhatikannya, sehingga ia berbaring dipinggir jalan. Ketika Allah lewat Allah mengasuhnya dan memenuhi semua kebutuhannya lalu pergi. Ketika Yerusalem dewasa Allah kembali dan menikahi kota itu, membanjirinya dengan hadiah dan kemudian mengambilnya sebagai istri.[8]
Yerusalem sangat cantik parasnya. Ia juga termasyhur di antara bangsa-bangsa. Namun hal inilah yang menyesatkannya. Ia menjadi wanita asusila. Wanita yang suka bersundal untuk memuaskan hasratnya. Persundalannya berbentuk penyembahan berhala terhadap dewa lain. Bahkan saking hausnya akan seks, ia rela tidak dibayar layaknya para pelacur tetapi malah membayar lelaki agar datang dan bercinta dengannya agar hasratnya terpuaskan (bdk. Yeh 16, 30-34).
Melihat perlakuan Yerusalem Allah pun menjauhinya. Allah jijik melihatnya. Begitupun dengan para kekasihnya, jijik melihatnya dan kembali menyerangnya. Rupanya serangan yang dilakukan oleh para kekasihnya ini adalah semata-mata tindakan Allah yang ingin menghukum Yerusalem. Kalau dipikirkan secara rasional menggunakan akal manusia, boleh dikatakan bahwa Allah cemburu terhadap Yerusalem yang telah menduakan-Nya. Segala cinta dan pengorabanan-Nya terhadap Yerusalem sia-sia saja. Yerusalem bukan sekedar menjauhi-Nya tetapi juga menduakan-Nya. Yerusalem menduakan Allah dengan langkah menyembah allah dari bangsa lain—Asyur, Babel, Mesir—dan inilah dosa terbesarnya terhadap Allah.
Tentang dosa dan hukuman mati yang diberikan kepada Yerusalem ini dikisahkan pada kitab Yehezkiel 16-35 42. Diawali dengan kisah perempuan sundal dipanggil supaya mendengarkan nubuat (ay. 35). Kemudian disinggung soal dosa ibadah yang telah ia lakukan dengan berpaling kepada kekasih dan berhala lain (ay. 36). Selanjutnya disebutkan akibat-akibat yang akan diderita oleh karena dosa-dosanya: ia akan ditelanjangi oleh kekasih-kekasihnya (ay.37), dijatuhi hukuman oleh Allah sebagai perempuan sundal dan akan dibunuh[9] (ay. 38;). Yerusalem pun dihukum lagi agar ia bertobat dan tidak lagi melakukan tindakan asusilanya itu.[10]
Namun karena Allah mahamurah, Ia kembali membuat perjanjian dengan Yerusalem. Sebuah perjanjian yang pernah diadakannya dengan Yerusalem ketika ia masih muda (bdk. Yeh. 16, 60-63). Yerusalem pun malu dan akan mengadakan rekonsiliasi atas segala dosa dan kesalahannya.[11] Allah tetap menerima kembali pengantinnya yang sudah diasuhnya sedari masa muda. Yerusalem tetap menjadi pengantin Allah.
3. Ohala dan Oholibah—Samaria dan Yerusalem
Pada bab 16 telah disinggung sepintas soal saudara dari Yerusalem yaitu Sodom dan Samaria. Dan pada bab 23 ini lebih diperjelas lagi hubungan antara Yerusalem dan Samaria. Bahkan karakter keduanya hampir sama, hanya saja anehnya bahwa Oholibah tidak hanya jatuh cinta pada kekasih yang sesungguhnya tetapi juga pada foto mereka yang terpajang.[12] Keduanya—Israel dan Yerusalem—dikisahkan dalam alegori kisah Ohalah dan Oholibah. Keseluruhan kisah Ohala dan Oholibah ini terdapat dalam Yehezkiel bab 23. Dalam kisah ini dikisahkan dua orang bersaudara yang merupakan representasi dari Samaria dan Yerusalem—Ohala-Samaria dan Oholibah-Yerusalem
Alegori ini dimulai dengan identifikasi kehidupan kedua bersaudara ini ketika masih di Mesir, seperti praktek seksual, nama dan relasi mereka dengan Tuhan. Nama Ohalah berarti ‘tenda kepunyaannya sendiri’—her own tent—dan Oholibah berarti ‘tendaku dalam dirinya’—my tent in her, ini mungkin mencerminkan sejarah kuil di Israel dan Yehuda (bdk. Ul 12, 5 dan 1 Raja 12, 25-33).[13] Dan memang ditafsirkan bahwa perbedaan ini mengacu pada penekanan nabi bahwa Allah Memilih Yerusalem untuk terpaku hanya di Yerusalem (Ul 12, 5), sedangkan Yerobeam telah mendirikan kuil palsu untuk Israel (1 Raj 12, 25-33)[14], di sisi lain kemah juga merupakan tempat perjumpaan dengan Allah saat orang Israel masih di padang gurun (Kel 33,7), sehingga ada kemungkinan bahwa nama-nama ini mengisyarakatkan ibadah.[15]
Dari kisah tersebut terlihat bahwa tindakan Ohalah hanya sebagai latar belakang atau pengantar bagi tindakan yang lebih serius yang dilakukan Oholibah. Oholibah juga melihat dan mengingini lelaki Asyur dan ia pun menjadi najis seperti kakaknya Ohala. Namun Ohalah melangkah lebih jauh dari kakaknya oleh karena hasratnya terhadap lelaki belum terpuaskan. Ia mendambakan lelaki Babel yang dilihatnya dalam pajangan di dinding Yerusalem. Ia pun jatuh cinta dengan gambar itu. Ia juga mengirim utusan untuk meminta orang Kasdim datang kepadanya dan bercinta dengannya.[16]
Jika dipikir secara matang, kisah kebobrokan Oholah seharusnya menjadi pelajaran yang bisa membawa Yerusalem pada pertobatan, tetapi malah sebaliknya, tindakan asusila Oholiba ini melampaui kakak-kakanya—Sodom dan Samaria (). Dia sepertinya mengharapkan akibat malapetaka yang sama.[17] Karena tindakannya yang bejat itu, Oholibah akhirnya dijauhi Allah. Bahkan Allah memberi hukuman yang setimpal atasnya sesuai dengan yang diterima oleh kakanya Ohalah. Keduanya dihukum karena telah melakukan dosa.
Dalam empat firman ilahi (ay 22-35), masing-masing dibuka dengan ungkapan beginilah firman Tuhan ALLAH (ay. 22, 28, 32, 35), Allah menjelaskan bahwa karena dosa-dosanya, Yerusalem akan dihukum. Yang orisinil dari teks ini ialah bahwa Yerusalem akan diserahkan kepada para kekasihnya, yang sekarang akan bertindak kejam kepadanya. Mereka akan mengudungi dia sedemikian kejamnya sehingga ia tidak memungkinkan baginya untuk bersundal lagi (lih. Ay 25 “hidung dan telingamu akan dikerat”, ini adalah hukuman yang biasa berlaku di Mesir dan Asyur). [18]
Pada ayat 36-49 diceritakan kembali kisah tentang Ohala dan Oholibah di waktu kemudian, meringkas dosa dua kakak-beradik itu (ay 36-44) danmenggambarkan hukuman mereka. Mereka melakukan kedosaan dalam waktu yang sama dan akan menerima hukuman yang sama juga. Di sini ditambahkan peringatan untu setiap wanita untuk tidak mencontohi kejahatan kedu kakak-beradik ini (ay. 48). Akhirnya, muncullah rumusan pengakuan yang menandakan bahwa penghakiman merupakan peristiwa yang digunakan untuk memperlihatkan kedaulatan Allah (ay. 49).[19]
Kedua kisah alegori ini sebenarnya ingin menggambarkan realitas yang dialami oleh Israel dan Yehuda pada masa itu. Ohalah diakui Allah sebagai milik kepunyaannya. Allah sudah bersamanya sejak masih di Mesir. Namun ketika keluar dari Mesir Ohalah bercinta dengan para lelaki Asyur. Dan Allah murka dan membuat kekasihnya—orang Asyur—itu kembali menyerangnya. Alegori Ohala ini mau menggambarkan kisah kehancuran Israel Utara atau Samaria oleh bangsa Asyur pada tahun 722-721. Rupanya materi alegori ini digunakan Yehezkiel untuk mengantar kisah alegori baru tentang Yerusalem. Yehezkiel menggunkan nama Oholibah untuk Yerusalem. Dan Oholibah di sini berperan sebagai adik kandung dari Ohalah. Rupanya Yehezkiel melihat Israel Utara sebagai kakak dan Israel Selatan sebagai adik.
Pada ayat 11- 21 dikisahkan secara khusus untuk Oholibah. Oholibah tidak seperti saudarinya yang hanya bercinta dengan satu pasangan (Asyur), tetapi dengan beberapa pasangan yakni: Asyur, Babel, Mesir, dan termasuk Kasdim. Kisah percintaan dengan Asyur menggambarkan Yerusalem yang pada zaman raja Ahas meminta bantuan pada raja Asyur untuk berperang melawan musuh mereka. Bahkan raja Ahas mengambil perak dan emas di dalam rumah Tuhan untuk dibawa ke Asyur sebagai persembahan untuk raja Asyur (lih. 2 Raj 16,1-20).
Sementara untuk kisah percintan Oholibah dan lelaki Babel mau dapat kita bandingkan dengan Kisah Hizkia yang memperlihatkan gedung harta bendanya kepada orang-orang Babel. Emas, perak, rempah-rempah, minyak yang berharga, segenap gedung persenjataannya dan segala yang terdapat dalam perbendaharaannya diperlihatkan semua kepada orang Babel. Semua harta kekayaanya diperlihatkan kepada orang Babel tanpa tekecuali (Yes 39,2). Dan realitas yang paling terkenal yang ingin digambarkan oleh Yehezkiel melalui alegori hubungan percintaan antara Oholibah dan lelaki Babel ini adalah kisah jatuhnya Yerusalem di tangan Nabukadnezar, raja Babel (2 Raj 24-25). Rupanya realitas ini lah yang paling tepat untuk dicocokkan dengan alegori tersebut.
Mengenai Alegori hubungan percintaan Oholibah dan lelaki Mesir serta orang Kasdim mau menjelaskan soal keterlibatan Orang Mesir dalam melawan orang Kasdim yang waktu itu menguasai Yerusalem. Orang Kasdim sudah mendahului bercinta dengan Yerusalem dan kemudian muncul Mesir untuk mengambil Yerusalem dan bercinta dengannya. Di sini semacam terjadi perebutan sang kekasih Yerusalem untuk dengan menguji kejantanan. Hal ini sebenarnya mau menggambarkan tentang perebutan kekuasaan terhadap Yerusalem.
III. Sentilan Akhir
Kitab Yehezkiel berbentuk pemberitaan lisana. Seolah-olah Allah yang menyampaikan pesan langsung kepada Yehezkiel dan kemudia diteruskan oleh Yehezkiel kapada orang Israel dalm bentuk alegori dan metafor. Dan memang sangat nampak bahwa Kitab Yehezkiel kaya akan tulisan yang berbentuk metaforis dan alegori. Hal ini memang sangat membantu pembaca untuk mencoba memahami dan berrefleksi tentang nubuat itu sesuai dengan konteksnya.
Namun di sisi lain hal ini juga akan membawa orang pada interpretasi yang salah dan akhirnya berakibat fatal untuk orang lain. Kisah alegori dalam Yehezkiel 16 dan 23 ini menuai kontra dari kalangan feminis. Menurut mereka teks ini membuat orang—kaum laki-laki secara khusus—mendasarkan hukuman atas kaum perempuan yang berzinah. Seolah-olah teks ini dijadikan sebagai regula untuk mengontrol kaum perempuan. Dengan demikian kaum feminis berusaha keras untuk mencari interpretasi baru dari alegori Yehezkiel ini.[20] Oleh karena itu, sangatlah penting untuk memahmi dengan baik segala metaforis dan alegori yang terkandung dalam kitab ini, agar tidak terjadi kesalahan dalam menafsir dan akhirnya berakibat fatal dalam kehidupan nyata.
Bibliografi
Tamar Kamionkowski, S.
Gender Reversal and Cosmic Chaos ‘A Study on the Book of Ezekiel’.
SCOTT NASH, R. (ed).
2005 Smyth & Helwys Bible Commentary: Ezekiel, Smyth & Helwys Publishing, United State of America.
THE NEW INTERPRETER’S STUDY BIBLE.
2003 New Revised Standard Version With The Apocrypha, Abingdon Press, United State of America.
Bergant, Dianne dan Karris, Robert J. (ed),
2002, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, Kanisius, Yogyakarta.
Brown, Raymond E., dkk, (ed),
The New Jerome Blibical Commentary, Geofrey Chapman, London.
[1] S. Tamar Kamionkowski, Gender Reversal and Cosmic Chaos ‘A Study on the Book of Ezekiel’, New York, Sheffield Academic Press, 2003, hlm. 59.
[2] S. Tamar Kamionkowski, Gender Reversal and Cosmic Chaos ‘A Study on the Book of Ezekiel’, New York, Sheffield Academic Press, 2003, hlm. 59.
[3] S. Tamar Kamionkowski, Gender Reversal and Cosmic Chaos ‘A Study on the Book of Ezekiel’, hlm. 60.
[4] R. SCOTT NASH (ed), Smyth & Helwys Bible Commentary: Ezekiel, United State of America, Smyth & Helwys Publishing, 2005, hlm. 183.
[5] Corrine Patton menggambarkan para pria (prajurit) yang kalah perang sebagai “wanita”. Hal ini karena memang pandangan umum pada masa itu adalah bahwa wanita tidak dipandang dalam status sosial. Dia (perempuan) lemah dan selalu menjadi sasaran pengobjekan.
[7] Bdk. S. Tamar Kamionkowski, Gender Reversal and Cosmic Chaos ‘A Study on the Book of Ezekiel’, hlm. 71.
[8] Dianne Bergant dan Robert J. Karris (ed), Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, hlm. 599.
[9] Bdk. Ul 22:22 dan Im 20:10 tentang hukuman untuk perempuan para pezinah. Ul 22:22 “Apabila seseorang kedapatan tidur dengan seorang perempuan yang bersuami, maka haruslah keduanya dibunuh mati: laki-laki yang telah tidur dengan perempuan itu dan perempuan itu juga. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari antara orang Israel” dan Im 20,10 “20:10 Bila seorang laki-laki berzinah dengan isteri orang lain, yakni berzinah dengan isteri sesamanya manusia, pastilah keduanya dihukum mati, baik laki-laki maupun perempuan yang berzinah itu.”
[10] Dianne Bergant dan Robert J. Karris (ed), Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, hlm. 599.
[12] R. SCOTT NASH (ed), Smyth & Helwys Bible Commentary: Ezekiel, hlm. 302.
[13] THE NEW INTERPRETER’S STUDY BIBLE, New Revised Standard Version With The Apocrypha, United State of America, Abingdon Press, 2003, hlm. 1189.
[14] Raymond E. Brown, dkk, (ed), The New Jerome Blibical Commentary, London, Geofrey Chapman, hlm. 320
[15] Dianne Bergant dan Robert J. Karris (ed), Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, Yogyakarta, Kanisius, 2002, hlm. 603.
[16] S. Tamar Kamionkowski, Gender Reversal and Cosmic Chaos ‘A Study on the Book of Ezekiel’, hlm. 137.
[17]R. SCOTT NASH (ed), Smyth & Helwys Bible Commentary: Ezekiel, hlm. 297.
[18] Dianne Bergant dan Robert J. Karris (ed), Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, hlm. 603.
[20] R. SCOTT NASH (ed), Smyth & Helwys Bible Commentary: Ezekiel, hlm. 181.
0 komentar:
Posting Komentar