Technology

Fashion/feat-big

Senin, 27 Februari 2017

Refleksi Kombinasi The Encounter Dan Jalan Menuju Mimpi

Refleksi Kombinasi  The Encounter Dan Jalan Menuju Mimpi
I.    Sinopsis
The Encounter                 
The Encouter adalah sebuah film perjumpaan. Dikisahkan bahwa ada beberapa orang yang tidak saling kenal sebelumnya—kecuali Hank yang mengenal Nick karena ketenarannya—berjumpa dalam sebuah restoran di tengah hutan. Tokoh-tokoh pemeran film ini memiliki karakter dan kisah hidup yang beragam. Kayla seorang gadis remaja yang memiliki pengalaman hidup yang sangat suram. Ayahnya meninggal dan ibunya menjadi seorang pecandu narkoba yang kemudian menikah lagi dengan lelaki baru bernama Jake, yang juga menjadi ayah tiri Kayla. Ayah tirinya ini yang kemudian menghancurkan hidup Kayla dan menggores hati dan menyisahkan luka. Ia sangat menaruh dendam pada ayah tirinya itu. Hingga pada akhirnya ia bisa memaafkan ayahnya itu berkat Yesus. Yesus adalah seorang pemilik restoran Last Chance Dinner yang berada di tengah hutan itu. Penokohan Yesus dalam film ini persis dengan Yesus yang diimani orang Kristiani. Beliau adalah seorang yang mengetahui segalanya tentang seserang. Bahkan ia katakan bahwa “Aku Yesus, Aku tahu Segalanya, Aku tahu kalian semua, aku tahu kalian sebelum kalian lahir. Dan aku punya rencana untuk setiap kalian, sebuah rencana yang sempurna. Yang harus kalian lakukan adalah percaya kepada-Ku.”
Yesus juga berusaha untuk Menyelamatkan Pernikahan Hank dan Catherine. Catherin merupakan istri dari Hank. Ia merasa tidak bahagia hidup bersama Hank dan ingin mengakhiri hubungan mereka, meski tanpa alasan yang jelas. Ia seperti mengalami kekosongan, karena ia sendiri mengakui kepada Mellisa bahwa ia sampai tidak mengenal siapa dirinya. Di sisi lain, Hank berusaha keras untuk mempertahankan pernikahannya dengan Catherine, yang ingin berpisah darinya tanpa alasan yang jelas itu. Namun ia tak bisa. Catherine bersih keras untuk mengakhiri hubungan mereka. Hingga pada akhirnya Hank pasrah dan meminta bantuan pada Yesus. Hank memang seorang beriman yang sudah percaya pada Yesus Kristus sejak masih kecil, sehingga ia selalu percaya pada kemurahan kasih Yesus Kristus, karena keyakinannya itu ia tetap percaya pada seorang pelayan restoran yang mengakui diri sebagai Yesus Kristus.
“Yesus Kristus hadir sebagai seorang pelayan restoran”. Hal inilah yang membuat Nick tidak mengakuinya. Ia tidak percaya kalau Yesus yang di depan matanya itu adalah Yesus Kristus. Meskipun diberi bukti yang paling fundamental dan signifikan sekalipun tentang keluarganya, ia tetap tidak percaya. Kesombongan telah menutup matanya. Harta kekayaannya telah membuat ia mencurigai bahwa Yesus sang pelayan restoran itu ingin memeras dan menguras segala hartanya. Kekerasan hatinya telah membawa dia kepada maut. Selain itu ada tokoh lain yang sangat kontras dengan Nick. Namanya Mellisa. Mellisa adalah seorang gadis saleh yang menyerahan dirinya kepada Yesus saat ia berusia 17 tahun. Ia mengalami depresi berat karena diputusi sang pacar, yang membuat ia berusaha untuk bunuh diri. Namun akhirnya ia gagal karena seorang temannya meneleponnya yang kemudian membawanya ke bioskop untuk menonton film dan film itu berbau rohani. Ia pun akhirnya sadar dan berserah diri pada Tuhan. Pengalamannya ini diceritakannya kepada rekan-rekan yang ada di restoran itu pada malam itu sebagai bentuk kesaksiannya akan Kasih Allah.
Akhir cerita Nick tidak dapat diselamatkan. Ia tetap bersih keras untuk berpaling dari Yesus dan pergi bersama polisi bernama Deville itu, yang ternyata adalah seorang setan. Ia pun wafat dalam kecelakaan di malam itu. Sementara hubungan Hank dan Catherine dapat diselamatkan. Catherine sadar kalau sang suami betapa sangat setia mencintainya. Kayla kembali ke Los Angeles diantar oleh Mellisa. Setelah mendapat informasi dari polisi bahwa Nick meninggal, dan tidak ada polisi yang bernama Deville serta tidak ada restoran disekitar hutan itu, mereka pun sadar bahwa Yesus pelayan restoran itu benar-benar Yesus Kristus dan Deville itu adalah seorang setan.
Jalan Menuju Mimpi
“Jalan Menuju Mimpi” adalah sebuah buku kumpulan kisah parjalanan panggilan seorang Imam muda yang bernama lengkap Yohanes Berchmans Prasetyantha. Dan biasa disapa Rm. Pras. Beliau Lahir di Sala Tiga, pada tanggal 10 Agustus 1971. Pada tanggal 22 Juli 1992, mengikrarkan kaul sebagai religius Kongregasi Misionaris Keluarga Kudus (MSF) dan pada tanggal 20 Juli 1999 ditahbiskan menjadi seorang imam. Setelah ditahbiskan inilah ia kemudian diberi kesempatan untuk melanjutkan studinya di kota Roma. Dan kisah buku ini berlangsung ketika ia mengawali hidup barunya dalam dunia baru. Yakni Roma. Namun meskipun Ia studinya di Universitas Gregoriana, Roma, namun ia juga menelusuri beberpa tempat lain untuk berlibur ataupun kursus bahasa. Nah... semua kesempatan perjalanan ini dicatatnya. Akhirnya dikumpulkan dan menjadi sebuah buku.
Buku ini lebih tepat dikatakan sebagai catatan pengalaman perjalanan. Pusat pegalamannya itu adalah Roma. Kota dimana ia harus memusatkan pikirannya pada pacar barunya yang bernama Tesi atau Tesina. Tesina telah membuat pikirannya sulit untuk memikirkan sesuatu yang lain. Bahkan Tesina membuat ia sulit untuk memberi kepastian untuk pergi berlibur atau berekreasi. Sungguh Tesina telah menguras pikiran dan waktunya. Memang Tesina (tesis) telah mengrongrong pikirannya. Ia berusaha agar bisa cepat menyelesaikan tugas tesina-nya itu.
Buku ini juga menceritakan pengalaman-pengalaman menarik saat ia berjumpa dunia baru dan teman-teman barunya. Bagaimana ia harus menyusaikan hidupnya ketika masih di Salatiga atau Indonesia pada umumnya dengan kehidupan Roma. Ia juga mengisahkan pengalaman-pengalamannya ketika berlibur ke Amerika Serikat atau ketika kursus bahasa di Jerman dan juga di beberapa tempat lain.
Kisah ini berawal ketika pertama kali Romo Pras sapaan untuk P. Yohanes Berchmans Prasetyantha, tiba di kota Roma pada Senin, 17 juli 2000. Dan setelah mengisahkan beberapa hal mengenai Kota Roma secara umum dan bagaimana perasaannya, pada bagian berikutnya berkisah tentang San Giacomo, sebuah paroki kecil di Keuskupan teramo, Italia Tengah. Sekitar dua jam perjalanannya dari kota Roma, tepatnya dari stasiun bis Tiburtina.  Di San Giacomo inilah ia bertemu dengan Anton seorang misdinar yang kemudian mengajaknya jalan-jalan di pesisir pedesaan sambil menikmati pegunungan Alpen yang bersalju. Kemudian beliau juga mengunjungi Il Santuario San Gabrielle. Kemudian berlanjut ke kisah tentang  Maryvale (Lembah Maria), nama yang diberikan oleh Kardinal John Henry Newman. Tempat ini sangat menarik sehingga membuat romo Pras rasa-rasanya telah jatuh cinta padanya. Selanjutnya kisah tentang Oxford, yang terkenal sebagai “Kota Universitas”. Hal ini karena sebagian besar dari pusat kota ini terdiri dari kampus-kampus Universitas Oxford, termasuk museumnya yang terbesar kedua di Inggris. Cerita pun berlanjut ke Birmingham. Tempat ini sering disingkat dengan “B-ham.” Kota yang terdiri dari deretan plaza dan supermarket, bertaburan kios-kios yang menjual roti hangat, makanan ringan, es krim dan lain sebagainya.
Dari London kini kisah ini membawa kita ke Saint Louis, Missouri, Amerika Serikat. Selanjutnya kisa ini berlangsung kembali di Italia Utara, tepatnya di Loria, kota hangat yang berada di antara Padova dan Venezia. Sekalian mengunjungi venezia dan kemudian berlanjut ke Luzern, kota yang berdanau di Swiss. Dan kemudian Romo Pras membawa kita menuju ke Kota Rorschach, yang baginya sebagai kota impian yang menjadi kenyataan. Selanjutnya kisah pekan suci di Vatikan, tepatnya di Basilika St. Petrus. Misa minggu palma di Basilika St. Petrus. Bapak suci Yohanes Paulus II, meski hadir dan memberi kotbah, tetapi tidak memimpin Ekaristi karena masih sakit lututnya.
Setelah ujian pendadaran S2, Rm. Pras berangkat menuju Maintz, Jerman. Tujuan utamanya adalah ke Wisma Berthier, itulah nama Pronvisialat MSF Jerman. Ia juga mengunjungi beberapa tempat di sana, seperti Sekolah Berlitz, Biara Benediktin (OSB) Santa Hildegard yang berada di luar Kota Maintz, Tebing Loreley yang merupakan sebuah tikungan terindah di antara panorama sepanjang Sungai Rhein. Selain itu, ia juga menemui komunitas-komunitas orang Indonesia di Frangfrut dan sekitarnya. Namun menurut pengakuannya pertemuan ini terjadi secara kebetulan, sehingga ini dilihatnya sebagai suatu penyelenggaraan ilahi. Kisah buku ini berakhir dengan kisah pengalamannya di Cortile. Di Cortile ia mengunjung Gereja Santo Nikolaus Bari. Gereja yang di belakangnya berdiri kokoh sebuah menara tua. Ia juga pergi ke Gereja Santo Martinus Secchia, yang berjarak 8 kilometer dari Cortile.

II.      Paham Iman
1.     Beriman: Percaya dan Berserah diri
            “Aku Yesus, Aku tahu Segalanya, Aku tahu kalian semua, aku tahu kalian sebelum kalian lahir. Dan aku punya rencana untuk setiap kalian, sebuah rencana yang sempurna. Yang harus kalian lakukan adalah percaya pada-Ku”. Itulah kata-kata yang dikeluarkan oleh Yesus dalam film The Encounter, Ketika Hank bertanya mengapa sampai dia tahu nama dan semua tentang mereka. Jawab ini membuktikan bahwa dia bukan sekedar seorang penjaga restoran biasa. Dia adalah Yesus Kristus, Dia adalah Tuhan. Saya sendiri tidak tahu bagaimana menghadapinya, jika saya salah satu tokoh yang berperan dalam film itu, atau lebih baik saya katakan bahwa seandainya dalam hidup ini saya bertemu dengan Yesus Kristus yang berperan sebagai penjaga restoran atau pun dengan profesi lain. Apakah saya akan menjadi seperti Mellisa yang percaya dan berserah kepada Yesus yang datang kembali dan tampil sebagai seorang pelayan di restoran? Ataukah saya akan menjadi seperti Nick yang keras hati dan tidak mau percaya apalagi berserah diri pada Yesus?
            Kayla histeris dan menangis ketika ia mengenang kembali segala pengalaman pahit yang baru saja dilewatinya. Ia merasa bahwa Yesus tidak menyertainya. Yesus hanya memandang segala persoalanya. Namun ia keliru. Ia yang tidak menyadari kehadiran Yesus dalam setiap peristiwa hidupnya. Bahkan Yesus selalu mendengar doanya dan yang juga menyelamatkannya ketika hendak bunuh diri. Namun satu kesulitan Kayla adalah tidak bisa memaafkan orang-orang yang telah menyakiti dan bahkan menghancurkan hidupnya. Figur yang paling dibencinya adalah Jake, ayah tirinya itu. Namun kebencian hanya menumpuk persoalan yang sewaktu-waktu bisa meledak. Yesus menegaskan dan sekaligus meminta kepastian kepada Kayla bahwa “jika kau percaya pada-Ku, maka kau mengikuti-Ku. Maukah kau memaafkan orang-orang yang telah menyakitimu? Seperti Aku juga telah memaafkanmu?.” Kayla menjawab semua pertanyaan Yesus dengan satu kata. “Ya”. Itulah sebuah jawaban yang terlahir dari dalam hati yang benar-benar ingin “kembali” dan percaya kepada kehendak Tuhan serta berserah diri pada-Nya.  
            Apa yang Yesus katakan kepada Kayla seandainya ia tidak bisa memaafkan Jake, sungguh sangat menarik dan patut direfleksikan. “Kau tahu mengapa aku ingin kau memaafkannya? Sebab jika kau tidak memaafkannya, maka semua kemarahan dan kepahitan akan meracuni setiap hubungan yang kau miliki. Bahkan hubungan kita—Yesus dan Kayla. Jika kau menginginkan cinta kamu harus membuang kebencian. Jangan biarkan kemarahan meracuni sukacitamu.” Setelah Yesus berbicara, Kayla tidak bisa berkata apa-apa dan hanya bisa terdiam dan pasrah pada Yesus. Rupanya perkataan Yesus kepada Kayla ini juga perlu kita perhatikan. Kebencian rupanya dapat menghambat hubungan kita dengan sesama bahkan menghambat hubungan kita dengan Tuhan. Dalam konteks Iman kebencian akan menjadi virus yang menghambat Iman dan kepercayaan kita pada Tuhan, yang pada akhirnya membuat kita tidak  ingin berserah pada Kasih Tuhan.
Suara Hati, Suara Tuhan
            Di bagian awal film The Encounter sangat jelas ditampilkan bagaimana kita bisa melihat siapa yang paling peka dan bisa menanggapi suara Tuhan. Di kala Kayla sedang berjalan sambil mencari tumpangan kendaraan, tiba-tiba saja Nick lewat di jalan tersebut, namun ia terlalu sibuk dengan musiknya sehingga suara Tuhan pun tidak didengarnya. Demikin juga orang berikut, Hank dan istrinya Catherine melewati tempat itu, Hank memang mendengar suara Tuhan yang berbisik “ajak dia” untuk beberapa kali, namun karena istrinya melarangnya sehingga ia pun mematuhi istrinya itu. Dan yang ketiga adalah Mellisa. Dia mendengar suara Tuhan bahkan sangat peka dengan suara itu. “Ajak dia”. Sesegera mungkin Mellisa memberhentikan mobilnya dan memberi tumpangan kepada Kayla. Meskipun ia sendiri tidak mengenal Kayla dan tidak tahu ke mana Kayla ingin pergi.
            Mellisa adalah cerminan orang yang menerima dan peka menanggapi sapaan Allah. Allah menyapa kita melalui suara hati, tinggal saja bagaimana kita membuka hati dan mengasa suara hati agar kita bisa mendengar sapaan Allah. Jika kita menutup rapat-rapat hati kita maka kita tidak bisa menerima Allah yang mewahyukan diri-Nya ke dalan hati kita. Peristiwa pewahyuan sebenarnya merupakan tanggapan atas kehadiran Allah dalam diri manusia. Namun, kita seringkali menjadi seperti Nick yang hanya mementingkan diri sendiri dan tidak peduli terhadap sapaan Allah apalagi peduli terhadap sesamanya.
            Catherine maukah kau bergabung dengan kami. Bukan hanya kini dan di sini tapi untuk selamanya. Ajakan Yesus ini memberi pilihan keputusan kepada Catherine. Apakah ia ingin bertobat dan bergabung dengan Yesus dalam suka cita-Nya atau “tetap di tempat” dan tidak ingin bertobat. Rupanya Catherine telah membuka matanya, bahkan mata hatinya yang sempat tumpul. Imannya kepada Kristus sempat suram. Namun dengan memilih opsi untuk bergabung kembali dengan Kristus dan karena memang hati-Nya masih condong kepada Kristus maka ia telah memilih opsi yang tepat. Pilihan yang terlahir dari hati yang telah sadar akan keberdosaannya dan sepenuh hati ingin bertobat. Yesus juga menegaskan bahwa hal itu bukan hanya di restoran itu tetapi untuk selamanya.
2.     Beriman: Jalani Hidup Sesuai Kehendak-Mu
            Namun, mesti kuakui... tiada satu pertanyaan pun yang dapat menghalangi hembusan cinta-Mu yang menantangku untuk terus maju, menjalani hari-hari perjuangan dengan penuh pengharapan.(14) Itulah pengakuan Rm. Pras ketika ia melihat bahwa betapa Tuhan telah mempunyai rencana yang terindah untuknya. Dia hanya bisa mengakui betapa besar kasih Allah atasnya. Bahkan kasih itu membuatnya tak bisa bertanya tentang apa yang sedang ia alami sekarang. Sebuah pengalaman pertama dalam hidupnya. Pengalaman mengarungi hidup di dunia baru dengan segala ketidakpastian membuatnya cemas dan bahkan takut untuk menerima kesempatan ini dan melangkah maju ke dunia baru. Namun itu hanya sebagai sebuah perasaan normal manusiawi. Jika memang Allah telah berkehendak, apa pun alasan kita pasti hal itu tetap terjadi. Yang dibutuhkan dari kita adalah berjalan sesuai jalan yang dikehendaki-Nya. Jalan yang sudah disiapkan bagi masing-masing kita. Dan persis seperti itulah yang dialami oleh Rm. Pras, sehingga ia katakan bahwa “Aku masih dalam perjalanan iman untuk percaya bahwa Engkau pun telah menyediakan jalan bagi kami masing-masing untuk kami hidupi, hayati, dan cintai, yakni jalan yang dengan bebas kami pilih, jalan yang akan membawa kami ke Kota Abadi.(15) Namun ia tetap mengakui bahwa, ia masih “dalam perjalanan Iman untuk percaya”.
Panggilanku kadang terasa beku tapi engkau selalu mencurahkan kesegaran baru. Hidupku kadang sepertinya berlalu tanpa arti tapi Engkau senantiasa menganggapku berarti.(14) Ini sebagai sebuah ungkapan kesadaran diri sekaligus pengakuan akan kebesaran kasih Allah. Sebuah sikap iman yang patut diteladani. Kesadaran akan kekurangannya sebagai seseorang manusia semakin membuat ia rendah hati dan membuka diri. Dengan demikian terdapat peluang baginya untuk mengakui adanya subyek yang mengatasinya. Subyek yang memberinya kekuatan dan kesegaran baru, sehingga ia menjadi sadar bahwa betapa hidupnya sangat berarti. Subyek yang memiliki sumber kasih. Bahkan Dia lah kasih itu. Dia adalah Tuhan.
Ya, betapa terbatasnya kata-kataku untuk melukiskan keagungan karya ciptaan-Mu. Betapa miskinnya perbendaharaan bahasaku untuk mengungkapkan kekayaan alam yang Kau bentangkan di hadapan mataku.(77) Betapa terkadang kita kurang menyadari bahwa kebesaran Tuhan yang telah menghadirkan alam semesta yang begitu indah. Kita seringkali hanya mau menikmati tanpa bersyukur atas Sang Pengada alam semesta ini. Suatu ungkapan kebersyukuran terlahir dari iman yang memahami. Iman yang mampu melihat kebesaran Kasih Allah. Ungkapan Rm. Pras di bagian awal paragraf ini sebagai bentuk ungkapan pengakuan akan kemahabesaran Allah yang telah menciptakan alam ini. Beliau mengakui bahwa ia mengalami keterbatasan untuk merangkai kata demi melukiskan keagungan karya ciptaan Allah.   
            Penting rasanya mencari sebuah kesempatan untuk saling berbagi kegembiraan bersama, sesuatu yang rasanya tidaklah muda untuk terjadi kalau setiap pribadi tidak mau menciptakan waktu untuknya.(80) Perjalanan hidup yang dialami Rm. Pras ketika berada di tanah asing tidak terlepas dari orang yang berada di sekitarnya. Di samping sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendirian, kita sebagai pengikut Kristus menamakan diri kita Gereja. Karena kita memiliki satu iman, yakni beriman kepada Kristus maka sebagai Gereja kita harus selalu bersama dalam memuji dan memuliakan Nama-Nya dalam setiap pengalaman hidup kita. Baik dalam susah mau pun senang. Layaknya komunitas perdana atau komunitas para rasul, yang selalu memiliki kesempatan untuk bersama, dan saling berbagi kegembiraan dan menguatkan jika ada persoalan. Kita pun diharapkan untuk demikian. Iman lah yang mempersatukan kita semua.
III.    Menuju Dunia yang Bukan Duniaku
            Dalam bukunya—Jalan Menuju Mimpi—Rm. Pras mengisahkan tentang bagaimana perjalanan panggilannya ketika setelah ditahbisakan menjadi imam beliau dikirim Ke Roma untuk studi. Baginya Roma adalah dunia baru dan merupakan kali pertama ia mengalami ini. Hal itu berarti bahwa ia keluar dari dunia kehidupannya di Indonesia ini dan menuju ke Roma sebagai sebuah dunia baru baginya. Terinspirasi dari kisah ini, saya pun ingin melihat kembali bagaimana perjalanan iman dalam kaitannya dengan kisah panggilan saya. Dalam judul di atas saya katakan bahwa ‘menuju dunia yang bukan duniaku’. Judul ini terlahir dari sebuah pemeriksaan batin dan pergulatan yang cukup dalam.
            Ketika ditanya tentang sejak kapan aku memiliki keinginan untuk menjadi Imam, aku menjawab sejak aku menerima kabar bahwa aku lulus tes masuk biara. Semua orang pasti agak bingung dan kaget dengan jawabanku ini, karena biasanya orang menjawab, sejak Tk, SD, SMP, atau bahkan ada yang mengatakan sejak masih dalam kandungan ibunya ia sudah dicita-citakan oleh ibunya agar ia menjadi imam. Aku tidak mau mengarang cerita. Aku hanya ingin jujur bahwa itulah yang terjadi dalam hidupku. Aku tidak memiliki cita-cita untuk menjadi seorang imam atau bermimpi untuk hidup membiara sebelumnya. Selain karena aku merasa bahwa aku tidak bisa, aku juga merasa bahwa aku tidak pantas. Duniaku berbeda 180 derajat dengan dunia para biarawan atau calon imam. Aku memiliki dunia yang mungkin agak semberono atau glamour.
            Aku adalah anak ke tiga dari empat bersaudara. Dan dari kami berempat hanya aku sendiri yang memiliki alat kelamin berbeda, dalam arti bahwa cuma aku saja yang laki-laki. Faktor laki-laki tunggal juga sangat mempengaruhi saduran kasih dari orangtuaku terhadapku. Aku sangat disayangi oleh kedua orangtuaku. Bahkan aku dimanja dan hal ini ternyata juga mempengaruhi mentalku. Aku menjadi seorang yang bergaya semau gue. Selain itu faktor lingkungan juga mempengaruhi proses tumbuh-kembangku. Memang sebelum Ayahku meninggal ketika aku kelas tiga SMP, kenakalanku boleh dikatakan masih wajar-wajar saja. Namun kepergian ayah juga membuat aku sangat stres, dan kenakalanku semakin menjadi-jadi.
Kepergian ayah tercinta membuat aku merasa bahwa hidupku tidak ada gunanya lagi. Dalam hati aku sempat mengajukan protes kepada Tuhan. Aku merasa Dia tidak adil terhadapku. Aku masih SMP, dan masih banyak mimpi yang ingin kugapai namun hal itu tidak akan tercapai jika sang tiang harapan utama dalam rumah telah tiada. Aku ingin menjadi polisi atau dokter, dan ayahku menyetujuinya. Namun semuanya itu sirna ketika ia tiada. Aku semakin merasa bahwa Tuhan tidak lagi mau membantuku. Ia hanya berdiam diri memandangku. Sempat aku merasa bahwa tidak ada gunanya ke gereja dan lebih baik jalan-jalan dengan motor di hari minggu. Apalagi hari minggu merupakan hari yang paling menarik untuk berrekreasi. Boleh dikatakan bahwa aku sempat berpaling dari Tuhan. Aku seperti Kayla. Mengajukan protes kepada Tuhan ketika sebuah musibah menimpa aku. Ketika penderitaan dan kesedihan menggerogotiku.
Hidupku cukup tidak teratur semenjak kepergian ayahku. Dalam benakku, aku sempat berpikir bahwa aku sudah besar dan pasti ibuku tidak berani menegurku. Meskipun ibuku menegurku, tetap saja aku melawan, toh aku sudah besar. Air mata ibuku selalu menetes karena ulahku. Kini jika kuingat itu, aku merasa seperti St. Agustinus bersama ibunya St. Monica yang selalu menangisi keberdosaan putranya. Dan memang kebetulan nama baptisku Agustinus. Ibuku selalu menangis karena aku sering melawannya. Kepergian sang ayah membuat aku menjadi seorang ‘raja’ dalam rumahku sendiri. Aku tidak tahu setan apa yang mempengaruhi hati dan pikiranku. Namun setelah kini aku pikir-pikir kembali, mungkin hal ini karena aku ditinggal pergi oleh figur ayah tercinta ketika aku masih sangat membutuhkan kasihnya.
Di samping itu juga karena segala cita-citaku tidak dapat tercapai lagi. Mimpiku ingin menjadi seorang polisi atau dokter hanya tinggal kenangan dan kerinduan. Bagai punggung merindukan bulan. Aku masih pergi ke gereja pada hari minggu tapi hanya untuk bergaya, sebab aku tidak merasa ada yang spesial berubah dalam hatiku, sepertinya tidak ada yang berubah. Boleh dikatakan bahwa aku ke gereja hanya untuk jaga gengsi biar tidak dibilang katolik KTP oleh teman-teman saya.
Dalam situasi hidupku seperti ini atau duniaku yang agak ‘miring’ ini aku tidak mungkin berpikir untuk masuk biara. Apalagi tidak ada cita-cita untuk masuk seminari atau biara sebelumnya, apalagi cita-cita menjadi imam. Aku terus hidup dalam duniaku seperti ini selama tiga tahun masa SMA. Aku membayangkan bahwa duniaku akan terus seperti ini hingga aku menuju dunia akhirat yang masih dalam status tidak jelas. Apakah dunia “di atas” atau yang “di bawah”. Selama aku hidup dalam duniaku ini, aku mengalami beberapa kali pengalaman kecelakaan motor bahkan pernah dipukuli orang. Kecelakaan yang beberapa kali kualami ini boleh dikatakan bahwa cukup parah sebenarnya. Aku bisa saja langsung mati di tempat. Namun anehnya tidak pernah aku mengalami luka parah. Waktu itu aku tidak tahu kenapa bisa begitu. Aku hanya berpikir bahwa ini semua keberuntunganku karena tidak terjadi apa-apa. Bahkan meskipun diselamatkan beberapa kali dari kecelakaan, aku tetap berpikir bahwa itu hanya kebetulan. Aku tidak pernah menyadari bahwa itu semua berkat campur tangan Tuhan.
Layaknya Kayla  dan juga Mellisa yang diselamatkan Tuhan ketika hendak membunuh diri, serta Nick yang pernah mengalami kecelakaan dan terluput dari kecelakaan itu, aku pun demikian. Aku tidak menyadari kalau segala bentuk keselamatan yang kuperoleh itu adalah berkat campur tangan Tuhan. Baru sekarang ketika aku mengenang kembali baru aku sadari bahwa memang itu semua berkat Tuhan. Kalau seandainya Tuhan tidak menyelamatkanku berarti aku tidak akan bisa menikmati panggilan suciku ini. Namun aku yakin bahwa Dia sudah mempunyai rencana untukku, tinggal saja aku mempercayainya—Aku Yesus, Aku tahu Segalanya, Aku tahu kalian semua, aku tahu kalian sebelum kalian lahir. Dan aku punya rencana untuk setiap kalian, sebuah rencana yang sempurna. Yang harus kalian lakukan adalah percaya pada-Ku.
Ketika aku hampir menyelesaikan masa SMA, tiba-tiba suatu hari ada seorang frater TOP pergi mengunjungi sekolah kami. Tujuannya jelas bahwa ia ingin mencari calon baru untuk bergabung di kongregasinya. Frater itu berasal dari kongregasi Para Misionaris Claretian. Seperti yang sudah saya katakan bahwa saya tidak mempunyai keinginan untuk menjadi seorang imam dan saya sadar bahwa duniaku sangat berbeda dengan dunia para calon imam dan sangat sulit pasti untuk menyesuaikan apalagi menyamakannya, maka dari itu ketika dipanggil untuk mengikuti tes untuk masuk biara, aku tidak mau. Aku tidak ingin pergi. Namun aku tidak tahu kenapa sampai aku mau pergi waktu itu. Sekarang baru kusadari bahwa mungkin waktu itu Tuhan yang berbisik dalam hatiku namun aku tidak menyadari bahwa itu adalah suara Tuhan. Aku langsung mempunyai keinginan untuk pergi mengikuti tes itu. Aku pun sangat serius mengikutinya, sehingga membuat teman-temanku kaget dan sempat mengejekku katanya, “wahh Ver.. kamu kok serius sekali sih mengerjakannya,, emang kamu mau masuk biara dan menjadi imam kah?hehehe” Aku sempat malu waktu itu. Masa seorang preman sekolah mau masuk biara. Namun entahlah aku tidak tahu apa yang telah terjadi. Aku sangat serius dengan test itu. Dan aku sangat berharap semoga aku lulus.
Sebulan kemudian sekolah kami menerima tiga buah amplop dari biara Claretian. Ternyata amplop itu berisi surat kabar lulus bagi kami yang telah mengikuti tes itu. Betapa bangganya saya ketika menerima amplop kelulusan itu. Meskipun demikian, saya sempat merasa ragu dengan kabar itu. Hal itu karena yang lulus cuma 3 orang dari 53 siswa yang mengikuti tes. Sejak saat itu saya mulai merasa bahwa saya bisa dan sepertinya saya memiliki panggilan untuk menjadi seorang imam. Sejak saat itu teman-teman dan guru-guruku sudah mulai memanggilku frater. Aku pun sepertinya mulai melihat diri. Aku mulai mengubah pelan-pelan ‘kemiringan’ hidupku. Aku memberikan amplop itu kepada ibuku dan ia sangat terharu dan menangis. Ia selalu menangis karena aku. Namun kali ini bukan menangis sedih karena ulahku tetapi sebuah tangisan kebahagiaan. Tangisan rasa syukur karena anak satu-satunya telah ‘kembali’. Aku akhirnya pun menyampaikan niatku kepadanya bahwa aku ingin menjadi seorang biarawan Claretian.
            Ibuku sangat serius menanggapi keinginanku ini. Ia betapa sibuk menyiapkan segala sesuatu keperluanku untuk masuk biara. Aku pun semakin merasa bahwa betapa kasih Tuhan begitu besar tercurah kepadaku melalui ibuku. Aku seperti melihat St. Monica yang sangat berbahagia ketika St. Agustinus bertobat dan menjadi seorang Kristen sejati. Aku sempat berpikir bahwa selama ini aku didoakan ibuku seperti St. Agustinus yang didoakan terus menerus oleh St. Monica. Dan Juga seperti Nick yang selalu didoakan terus menerus oleh neneknya yang sangat mengasihinya. Tuhan aku sadar betapa cinta-Mu begitu besar terhadapku. Aku pun ingin berseru “Tuhan kutahu cintaku terbatas dan tak sempurna tetapi kumau mencintai-Mu tanpa syarat, sebagaimana Engkau telah mencintaiku tanpa syarat dengan cinta-Mu yang sempurna dan tiada batas (145)”.
             Seruan doa Rm. Pras inilah yang bisa saya gambarkan rasa syukurku ketika ingin masuk pertama kali di biara. Aku tahu ini adalah sebuah perjalanan menuju ke dunia baru yang bukan duniaku, namun akau juga yakin bahwa Cinta Tuhan yang sempurna mencintaiku tanpa syarat akan selalu menaungiku. Dan aku juga akan berusaha untuk mencintai-Nya tanpa syarat dengan cintaku yang terbatas ini. Aku akhirnya memasuki dunia baru yang bukan duniaku ini. Dunia membiara. Meskipun awalnya terasa sulit namun aku tetap tabah dan sabar. Aku masuk ke dunia baru ini karena berkat Cinta Tuhan. Itulah yang selalu kupikirkan jika sedang mengalami kesulitan dalam hidup membiara. Aku sangat bersyukur, karena hingga kini aku masih dipercayakan-Nya untuk menjalani panggilan suci ini kepadaku. Aku bersyukur bahwa Aku masih mendengar Ia memanggilku untuk mengikuti tes dan mengabaikan godaan sang Deville. Aku lebih memilih untuk mengikuti-Nya. Tuhan terima kasih untuk semua ini. Aku mohon penyertaan-Mu selalu dalam setiap derap langkahku dalam menjalani panggilan ini. AMIN

Share:

0 komentar:

Arsip Blog

Definition List

3/recent/ticker-posts

Unordered List

5/Technology/col-left

Support

5/Nature/col-left