Refleksi
Kombinasi The Encounter Dan Jalan Menuju Mimpi
I. Sinopsis
The Encounter
The
Encouter adalah sebuah film perjumpaan. Dikisahkan bahwa ada
beberapa orang yang tidak saling kenal sebelumnya—kecuali Hank yang mengenal
Nick karena ketenarannya—berjumpa dalam sebuah restoran di tengah hutan. Tokoh-tokoh
pemeran film ini memiliki karakter dan kisah hidup yang beragam. Kayla seorang
gadis remaja yang memiliki pengalaman hidup yang sangat suram. Ayahnya meninggal
dan ibunya menjadi seorang pecandu narkoba yang kemudian menikah lagi dengan
lelaki baru bernama Jake, yang juga menjadi ayah tiri Kayla. Ayah tirinya ini
yang kemudian menghancurkan hidup Kayla dan menggores hati dan menyisahkan
luka. Ia sangat menaruh dendam pada ayah tirinya itu. Hingga pada akhirnya ia
bisa memaafkan ayahnya itu berkat Yesus. Yesus adalah seorang pemilik restoran Last Chance Dinner yang berada di tengah
hutan itu. Penokohan Yesus dalam film ini persis dengan Yesus yang diimani
orang Kristiani. Beliau adalah seorang yang mengetahui segalanya tentang
seserang. Bahkan ia katakan bahwa “Aku
Yesus, Aku tahu Segalanya, Aku tahu kalian semua, aku tahu kalian sebelum
kalian lahir. Dan aku punya rencana untuk setiap kalian, sebuah rencana yang
sempurna. Yang harus kalian lakukan adalah percaya kepada-Ku.”
Yesus
juga berusaha untuk Menyelamatkan Pernikahan Hank dan Catherine. Catherin
merupakan istri dari Hank. Ia merasa tidak bahagia hidup bersama Hank dan ingin
mengakhiri hubungan mereka, meski tanpa alasan yang jelas. Ia seperti mengalami
kekosongan, karena ia sendiri mengakui kepada Mellisa bahwa ia sampai tidak
mengenal siapa dirinya. Di sisi lain, Hank berusaha keras untuk mempertahankan
pernikahannya dengan Catherine, yang ingin berpisah darinya tanpa alasan yang
jelas itu. Namun ia tak bisa. Catherine bersih keras untuk mengakhiri hubungan
mereka. Hingga pada akhirnya Hank pasrah dan meminta bantuan pada Yesus. Hank
memang seorang beriman yang sudah percaya pada Yesus Kristus sejak masih kecil,
sehingga ia selalu percaya pada kemurahan kasih Yesus Kristus, karena
keyakinannya itu ia tetap percaya pada seorang pelayan restoran yang mengakui
diri sebagai Yesus Kristus.
“Yesus
Kristus hadir sebagai seorang pelayan restoran”. Hal inilah yang membuat Nick
tidak mengakuinya. Ia tidak percaya kalau Yesus yang di depan matanya itu
adalah Yesus Kristus. Meskipun diberi bukti yang paling fundamental dan
signifikan sekalipun tentang keluarganya, ia tetap tidak percaya. Kesombongan telah
menutup matanya. Harta kekayaannya telah membuat ia mencurigai bahwa Yesus sang
pelayan restoran itu ingin memeras dan menguras segala hartanya. Kekerasan
hatinya telah membawa dia kepada maut. Selain itu ada tokoh lain yang sangat
kontras dengan Nick. Namanya Mellisa. Mellisa adalah seorang gadis saleh yang
menyerahan dirinya kepada Yesus saat ia berusia 17 tahun. Ia mengalami depresi
berat karena diputusi sang pacar, yang membuat ia berusaha untuk bunuh diri.
Namun akhirnya ia gagal karena seorang temannya meneleponnya yang kemudian
membawanya ke bioskop untuk menonton film dan film itu berbau rohani. Ia pun
akhirnya sadar dan berserah diri pada Tuhan. Pengalamannya ini diceritakannya kepada
rekan-rekan yang ada di restoran itu pada malam itu sebagai bentuk kesaksiannya
akan Kasih Allah.
Akhir cerita Nick
tidak dapat diselamatkan. Ia tetap bersih keras untuk berpaling dari Yesus dan
pergi bersama polisi bernama Deville itu, yang ternyata adalah seorang setan.
Ia pun wafat dalam kecelakaan di malam itu. Sementara hubungan Hank dan
Catherine dapat diselamatkan. Catherine sadar kalau sang suami betapa sangat
setia mencintainya. Kayla kembali ke Los Angeles diantar oleh Mellisa. Setelah
mendapat informasi dari polisi bahwa Nick meninggal, dan tidak ada polisi yang
bernama Deville serta tidak ada restoran disekitar hutan itu, mereka pun sadar bahwa
Yesus pelayan restoran itu benar-benar Yesus Kristus dan Deville itu adalah
seorang setan.
Jalan
Menuju Mimpi
“Jalan Menuju Mimpi” adalah sebuah buku
kumpulan kisah parjalanan panggilan seorang Imam muda yang bernama lengkap
Yohanes Berchmans Prasetyantha. Dan biasa disapa Rm. Pras. Beliau Lahir di Sala
Tiga, pada tanggal 10 Agustus 1971. Pada tanggal 22 Juli 1992, mengikrarkan
kaul sebagai religius Kongregasi Misionaris Keluarga Kudus (MSF) dan pada
tanggal 20 Juli 1999 ditahbiskan menjadi seorang imam. Setelah ditahbiskan
inilah ia kemudian diberi kesempatan untuk melanjutkan studinya di kota Roma.
Dan kisah buku ini berlangsung ketika ia mengawali hidup barunya dalam dunia
baru. Yakni Roma. Namun meskipun Ia studinya di Universitas Gregoriana, Roma,
namun ia juga menelusuri beberpa tempat lain untuk berlibur ataupun kursus
bahasa. Nah... semua kesempatan perjalanan ini dicatatnya. Akhirnya dikumpulkan
dan menjadi sebuah buku.
Buku
ini lebih tepat dikatakan sebagai catatan pengalaman perjalanan. Pusat
pegalamannya itu adalah Roma. Kota dimana ia harus memusatkan pikirannya pada
pacar barunya yang bernama Tesi atau Tesina. Tesina telah membuat pikirannya
sulit untuk memikirkan sesuatu yang lain. Bahkan Tesina membuat ia sulit untuk
memberi kepastian untuk pergi berlibur atau berekreasi. Sungguh Tesina telah
menguras pikiran dan waktunya. Memang Tesina (tesis) telah mengrongrong pikirannya.
Ia berusaha agar bisa cepat menyelesaikan tugas tesina-nya itu.
Buku
ini juga menceritakan pengalaman-pengalaman menarik saat ia berjumpa dunia baru
dan teman-teman barunya. Bagaimana ia harus menyusaikan hidupnya ketika masih
di Salatiga atau Indonesia pada umumnya dengan kehidupan Roma. Ia juga
mengisahkan pengalaman-pengalamannya ketika berlibur ke Amerika Serikat atau
ketika kursus bahasa di Jerman dan juga di beberapa tempat lain.
Kisah
ini berawal ketika pertama kali Romo Pras sapaan untuk P. Yohanes Berchmans
Prasetyantha, tiba di kota Roma pada Senin, 17 juli 2000. Dan setelah
mengisahkan beberapa hal mengenai Kota Roma secara umum dan bagaimana
perasaannya, pada bagian berikutnya berkisah tentang San Giacomo, sebuah paroki
kecil di Keuskupan teramo, Italia Tengah. Sekitar dua jam perjalanannya dari
kota Roma, tepatnya dari stasiun bis Tiburtina. Di San Giacomo inilah ia bertemu dengan Anton
seorang misdinar yang kemudian mengajaknya jalan-jalan di pesisir pedesaan
sambil menikmati pegunungan Alpen yang bersalju. Kemudian beliau juga
mengunjungi Il Santuario San Gabrielle. Kemudian berlanjut ke kisah tentang Maryvale (Lembah Maria), nama yang
diberikan oleh Kardinal John Henry Newman. Tempat ini sangat menarik sehingga
membuat romo Pras rasa-rasanya telah jatuh cinta padanya. Selanjutnya kisah
tentang Oxford, yang terkenal sebagai “Kota Universitas”. Hal ini karena
sebagian besar dari pusat kota ini terdiri dari kampus-kampus Universitas
Oxford, termasuk museumnya yang terbesar kedua di Inggris. Cerita pun berlanjut
ke Birmingham. Tempat ini sering disingkat dengan “B-ham.” Kota yang terdiri
dari deretan plaza dan supermarket, bertaburan kios-kios yang menjual roti
hangat, makanan ringan, es krim dan lain sebagainya.
Dari
London kini kisah ini membawa kita ke Saint Louis, Missouri, Amerika Serikat.
Selanjutnya kisa ini berlangsung kembali di Italia Utara, tepatnya di Loria,
kota hangat yang berada di antara Padova dan Venezia. Sekalian mengunjungi
venezia dan kemudian berlanjut ke Luzern, kota yang berdanau di Swiss. Dan
kemudian Romo Pras membawa kita menuju ke Kota Rorschach, yang baginya sebagai
kota impian yang menjadi kenyataan. Selanjutnya kisah pekan suci di Vatikan,
tepatnya di Basilika St. Petrus. Misa minggu palma di Basilika St. Petrus.
Bapak suci Yohanes Paulus II, meski hadir dan memberi kotbah, tetapi tidak
memimpin Ekaristi karena masih sakit lututnya.
Setelah
ujian pendadaran S2, Rm. Pras berangkat menuju Maintz, Jerman. Tujuan utamanya
adalah ke Wisma Berthier, itulah nama Pronvisialat MSF Jerman. Ia juga
mengunjungi beberapa tempat di sana, seperti Sekolah Berlitz, Biara Benediktin
(OSB) Santa Hildegard yang berada di luar Kota Maintz, Tebing Loreley yang
merupakan sebuah tikungan terindah di antara panorama sepanjang Sungai Rhein. Selain
itu, ia juga menemui komunitas-komunitas orang Indonesia di Frangfrut dan
sekitarnya. Namun menurut pengakuannya pertemuan ini terjadi secara kebetulan,
sehingga ini dilihatnya sebagai suatu penyelenggaraan ilahi. Kisah buku ini
berakhir dengan kisah pengalamannya di Cortile. Di Cortile ia mengunjung Gereja
Santo Nikolaus Bari. Gereja yang di belakangnya berdiri kokoh sebuah menara tua.
Ia juga pergi ke Gereja Santo Martinus Secchia, yang berjarak 8 kilometer dari
Cortile.
II. Paham Iman
1. Beriman: Percaya dan Berserah diri
“Aku Yesus, Aku tahu Segalanya, Aku
tahu kalian semua, aku tahu kalian sebelum kalian lahir. Dan aku punya rencana
untuk setiap kalian, sebuah rencana yang sempurna. Yang harus kalian lakukan
adalah percaya pada-Ku”. Itulah kata-kata yang dikeluarkan
oleh Yesus dalam film The Encounter, Ketika
Hank bertanya mengapa sampai dia tahu nama dan semua tentang mereka. Jawab ini
membuktikan bahwa dia bukan sekedar seorang penjaga restoran biasa. Dia adalah
Yesus Kristus, Dia adalah Tuhan. Saya sendiri tidak tahu bagaimana
menghadapinya, jika saya salah satu tokoh yang berperan dalam film itu, atau
lebih baik saya katakan bahwa seandainya dalam hidup ini saya bertemu dengan
Yesus Kristus yang berperan sebagai penjaga restoran atau pun dengan profesi
lain. Apakah saya akan menjadi seperti Mellisa yang percaya dan berserah kepada
Yesus yang datang kembali dan tampil sebagai seorang pelayan di restoran?
Ataukah saya akan menjadi seperti Nick yang keras hati dan tidak mau percaya
apalagi berserah diri pada Yesus?
Kayla histeris
dan menangis ketika ia mengenang kembali segala pengalaman pahit yang baru saja
dilewatinya. Ia merasa bahwa Yesus tidak menyertainya. Yesus hanya memandang
segala persoalanya. Namun ia keliru. Ia yang tidak menyadari kehadiran Yesus
dalam setiap peristiwa hidupnya. Bahkan Yesus selalu mendengar doanya dan yang
juga menyelamatkannya ketika hendak bunuh diri. Namun satu kesulitan Kayla
adalah tidak bisa memaafkan orang-orang yang telah menyakiti dan bahkan
menghancurkan hidupnya. Figur yang paling dibencinya adalah Jake, ayah tirinya
itu. Namun kebencian hanya menumpuk persoalan yang sewaktu-waktu bisa meledak.
Yesus menegaskan dan sekaligus meminta kepastian kepada Kayla bahwa “jika kau percaya pada-Ku, maka kau
mengikuti-Ku. Maukah kau memaafkan orang-orang yang telah menyakitimu? Seperti
Aku juga telah memaafkanmu?.” Kayla menjawab semua pertanyaan Yesus dengan
satu kata. “Ya”. Itulah sebuah jawaban yang terlahir dari dalam hati yang
benar-benar ingin “kembali” dan percaya kepada kehendak Tuhan serta berserah
diri pada-Nya.
Apa
yang Yesus katakan kepada Kayla seandainya ia tidak bisa memaafkan Jake,
sungguh sangat menarik dan patut direfleksikan. “Kau tahu mengapa aku ingin kau memaafkannya? Sebab jika kau tidak
memaafkannya, maka semua kemarahan dan kepahitan akan meracuni setiap hubungan
yang kau miliki. Bahkan hubungan kita—Yesus dan Kayla. Jika kau menginginkan
cinta kamu harus membuang kebencian. Jangan biarkan kemarahan meracuni
sukacitamu.” Setelah Yesus berbicara, Kayla tidak bisa berkata apa-apa dan
hanya bisa terdiam dan pasrah pada Yesus. Rupanya perkataan Yesus kepada Kayla
ini juga perlu kita perhatikan. Kebencian rupanya dapat menghambat hubungan
kita dengan sesama bahkan menghambat hubungan kita dengan Tuhan. Dalam konteks Iman
kebencian akan menjadi virus yang menghambat Iman dan kepercayaan kita pada
Tuhan, yang pada akhirnya membuat kita tidak
ingin berserah pada Kasih Tuhan.
Suara
Hati, Suara Tuhan
Di bagian awal
film The Encounter sangat jelas
ditampilkan bagaimana kita bisa melihat siapa yang paling peka dan bisa
menanggapi suara Tuhan. Di kala Kayla sedang berjalan sambil mencari tumpangan
kendaraan, tiba-tiba saja Nick lewat di jalan tersebut, namun ia terlalu sibuk
dengan musiknya sehingga suara Tuhan pun tidak didengarnya. Demikin juga orang
berikut, Hank dan istrinya Catherine melewati tempat itu, Hank memang mendengar
suara Tuhan yang berbisik “ajak dia” untuk beberapa kali, namun karena istrinya
melarangnya sehingga ia pun mematuhi istrinya itu. Dan yang ketiga adalah
Mellisa. Dia mendengar suara Tuhan bahkan sangat peka dengan suara itu. “Ajak
dia”. Sesegera mungkin Mellisa memberhentikan mobilnya dan memberi tumpangan
kepada Kayla. Meskipun ia sendiri tidak mengenal Kayla dan tidak tahu ke mana
Kayla ingin pergi.
Mellisa
adalah cerminan orang yang menerima dan peka menanggapi sapaan Allah. Allah
menyapa kita melalui suara hati, tinggal saja bagaimana kita membuka hati dan
mengasa suara hati agar kita bisa mendengar sapaan Allah. Jika kita menutup
rapat-rapat hati kita maka kita tidak bisa menerima Allah yang mewahyukan
diri-Nya ke dalan hati kita. Peristiwa pewahyuan sebenarnya merupakan tanggapan
atas kehadiran Allah dalam diri manusia. Namun, kita seringkali menjadi seperti
Nick yang hanya mementingkan diri sendiri dan tidak peduli terhadap sapaan
Allah apalagi peduli terhadap sesamanya.
Catherine maukah kau bergabung dengan kami.
Bukan hanya kini dan di sini tapi untuk selamanya. Ajakan Yesus ini memberi
pilihan keputusan kepada Catherine. Apakah ia ingin bertobat dan bergabung
dengan Yesus dalam suka cita-Nya atau “tetap di tempat” dan tidak ingin
bertobat. Rupanya Catherine telah membuka matanya, bahkan mata hatinya yang
sempat tumpul. Imannya kepada Kristus sempat suram. Namun dengan memilih opsi
untuk bergabung kembali dengan Kristus dan karena memang hati-Nya masih condong
kepada Kristus maka ia telah memilih opsi yang tepat. Pilihan yang terlahir
dari hati yang telah sadar akan keberdosaannya dan sepenuh hati ingin bertobat.
Yesus juga menegaskan bahwa hal itu bukan hanya di restoran itu tetapi untuk
selamanya.
2. Beriman: Jalani Hidup Sesuai
Kehendak-Mu
Namun, mesti kuakui... tiada satu
pertanyaan pun yang dapat menghalangi hembusan cinta-Mu yang menantangku untuk
terus maju, menjalani hari-hari perjuangan dengan penuh pengharapan.(14) Itulah
pengakuan Rm. Pras ketika ia melihat bahwa betapa Tuhan telah mempunyai rencana
yang terindah untuknya. Dia hanya bisa mengakui betapa besar kasih Allah
atasnya. Bahkan kasih itu membuatnya tak bisa bertanya tentang apa yang sedang
ia alami sekarang. Sebuah pengalaman pertama dalam hidupnya. Pengalaman
mengarungi hidup di dunia baru dengan segala ketidakpastian membuatnya cemas
dan bahkan takut untuk menerima kesempatan ini dan melangkah maju ke dunia
baru. Namun itu hanya sebagai sebuah perasaan normal manusiawi. Jika memang
Allah telah berkehendak, apa pun alasan kita pasti hal itu tetap terjadi. Yang
dibutuhkan dari kita adalah berjalan sesuai jalan yang dikehendaki-Nya. Jalan
yang sudah disiapkan bagi masing-masing kita. Dan persis seperti itulah yang
dialami oleh Rm. Pras, sehingga ia katakan bahwa “Aku masih dalam perjalanan iman untuk percaya bahwa Engkau pun telah
menyediakan jalan bagi kami masing-masing untuk kami hidupi, hayati, dan
cintai, yakni jalan yang dengan bebas kami pilih, jalan yang akan membawa kami
ke Kota Abadi.(15) Namun ia tetap mengakui bahwa, ia masih “dalam
perjalanan Iman untuk percaya”.
Panggilanku
kadang terasa beku tapi engkau selalu mencurahkan kesegaran baru. Hidupku
kadang sepertinya berlalu tanpa arti tapi Engkau senantiasa menganggapku
berarti.(14) Ini sebagai sebuah ungkapan kesadaran
diri sekaligus pengakuan akan kebesaran kasih Allah. Sebuah sikap iman yang
patut diteladani. Kesadaran akan kekurangannya sebagai seseorang manusia
semakin membuat ia rendah hati dan membuka diri. Dengan demikian terdapat peluang
baginya untuk mengakui adanya subyek yang mengatasinya. Subyek yang memberinya
kekuatan dan kesegaran baru, sehingga ia menjadi sadar bahwa betapa hidupnya
sangat berarti. Subyek yang memiliki sumber kasih. Bahkan Dia lah kasih itu.
Dia adalah Tuhan.
Ya,
betapa terbatasnya kata-kataku untuk melukiskan keagungan karya ciptaan-Mu.
Betapa miskinnya perbendaharaan bahasaku untuk mengungkapkan kekayaan alam yang
Kau bentangkan di hadapan mataku.(77) Betapa terkadang kita
kurang menyadari bahwa kebesaran Tuhan yang telah menghadirkan alam semesta
yang begitu indah. Kita seringkali hanya mau menikmati tanpa bersyukur atas
Sang Pengada alam semesta ini. Suatu ungkapan kebersyukuran terlahir dari iman
yang memahami. Iman yang mampu melihat kebesaran Kasih Allah. Ungkapan Rm. Pras
di bagian awal paragraf ini sebagai bentuk ungkapan pengakuan akan
kemahabesaran Allah yang telah menciptakan alam ini. Beliau mengakui bahwa ia
mengalami keterbatasan untuk merangkai kata demi melukiskan keagungan karya
ciptaan Allah.
Penting rasanya mencari sebuah
kesempatan untuk saling berbagi kegembiraan bersama, sesuatu yang rasanya
tidaklah muda untuk terjadi kalau setiap pribadi tidak mau menciptakan waktu
untuknya.(80) Perjalanan hidup yang dialami Rm. Pras
ketika berada di tanah asing tidak terlepas dari orang yang berada di
sekitarnya. Di samping sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendirian,
kita sebagai pengikut Kristus menamakan diri kita Gereja. Karena kita memiliki
satu iman, yakni beriman kepada Kristus maka sebagai Gereja kita harus selalu
bersama dalam memuji dan memuliakan Nama-Nya dalam setiap pengalaman hidup
kita. Baik dalam susah mau pun senang. Layaknya komunitas perdana atau
komunitas para rasul, yang selalu memiliki kesempatan untuk bersama, dan saling
berbagi kegembiraan dan menguatkan jika ada persoalan. Kita pun diharapkan
untuk demikian. Iman lah yang mempersatukan kita semua.
III. Menuju Dunia yang Bukan Duniaku
Dalam bukunya—Jalan Menuju Mimpi—Rm.
Pras mengisahkan tentang bagaimana perjalanan panggilannya ketika setelah
ditahbisakan menjadi imam beliau dikirim Ke Roma untuk studi. Baginya Roma
adalah dunia baru dan merupakan kali pertama ia mengalami ini. Hal itu berarti
bahwa ia keluar dari dunia kehidupannya di Indonesia ini dan menuju ke Roma
sebagai sebuah dunia baru baginya. Terinspirasi dari kisah ini, saya pun ingin
melihat kembali bagaimana perjalanan iman dalam kaitannya dengan kisah
panggilan saya. Dalam judul di atas saya katakan bahwa ‘menuju dunia yang bukan
duniaku’. Judul ini terlahir dari sebuah pemeriksaan batin dan pergulatan yang
cukup dalam.
Ketika ditanya tentang sejak kapan aku
memiliki keinginan untuk menjadi Imam, aku menjawab sejak aku menerima kabar
bahwa aku lulus tes masuk biara. Semua orang pasti agak bingung dan kaget
dengan jawabanku ini, karena biasanya orang menjawab, sejak Tk, SD, SMP, atau
bahkan ada yang mengatakan sejak masih dalam kandungan ibunya ia sudah
dicita-citakan oleh ibunya agar ia menjadi imam. Aku tidak mau mengarang
cerita. Aku hanya ingin jujur bahwa itulah yang terjadi dalam hidupku. Aku
tidak memiliki cita-cita untuk menjadi seorang imam atau bermimpi untuk hidup
membiara sebelumnya. Selain karena aku merasa bahwa aku tidak bisa, aku juga
merasa bahwa aku tidak pantas. Duniaku berbeda 180 derajat dengan dunia para
biarawan atau calon imam. Aku memiliki dunia yang mungkin agak semberono atau glamour.
Aku adalah anak ke tiga dari empat
bersaudara. Dan dari kami berempat hanya aku sendiri yang memiliki alat kelamin
berbeda, dalam arti bahwa cuma aku saja yang laki-laki. Faktor laki-laki
tunggal juga sangat mempengaruhi saduran kasih dari orangtuaku terhadapku. Aku
sangat disayangi oleh kedua orangtuaku. Bahkan aku dimanja dan hal ini ternyata
juga mempengaruhi mentalku. Aku menjadi seorang yang bergaya semau gue. Selain itu faktor lingkungan
juga mempengaruhi proses tumbuh-kembangku. Memang sebelum Ayahku meninggal
ketika aku kelas tiga SMP, kenakalanku boleh dikatakan masih wajar-wajar saja.
Namun kepergian ayah juga membuat aku sangat stres, dan kenakalanku semakin
menjadi-jadi.
Kepergian
ayah tercinta membuat aku merasa bahwa hidupku tidak ada gunanya lagi. Dalam
hati aku sempat mengajukan protes kepada Tuhan. Aku merasa Dia tidak adil
terhadapku. Aku masih SMP, dan masih banyak mimpi yang ingin kugapai namun hal
itu tidak akan tercapai jika sang tiang harapan utama dalam rumah telah tiada.
Aku ingin menjadi polisi atau dokter, dan ayahku menyetujuinya. Namun semuanya itu
sirna ketika ia tiada. Aku semakin merasa bahwa Tuhan tidak lagi mau
membantuku. Ia hanya berdiam diri memandangku. Sempat aku merasa bahwa tidak
ada gunanya ke gereja dan lebih baik jalan-jalan dengan motor di hari minggu.
Apalagi hari minggu merupakan hari yang paling menarik untuk berrekreasi. Boleh
dikatakan bahwa aku sempat berpaling dari Tuhan. Aku seperti Kayla. Mengajukan
protes kepada Tuhan ketika sebuah musibah menimpa aku. Ketika penderitaan dan
kesedihan menggerogotiku.
Hidupku
cukup tidak teratur semenjak kepergian ayahku. Dalam benakku, aku sempat
berpikir bahwa aku sudah besar dan pasti ibuku tidak berani menegurku. Meskipun
ibuku menegurku, tetap saja aku melawan, toh aku sudah besar. Air mata ibuku
selalu menetes karena ulahku. Kini jika kuingat itu, aku merasa seperti St.
Agustinus bersama ibunya St. Monica yang selalu menangisi keberdosaan putranya.
Dan memang kebetulan nama baptisku Agustinus. Ibuku selalu menangis karena aku
sering melawannya. Kepergian sang ayah membuat aku menjadi seorang ‘raja’ dalam
rumahku sendiri. Aku tidak tahu setan apa yang mempengaruhi hati dan pikiranku.
Namun setelah kini aku pikir-pikir kembali, mungkin hal ini karena aku
ditinggal pergi oleh figur ayah tercinta ketika aku masih sangat membutuhkan
kasihnya.
Di
samping itu juga karena segala cita-citaku tidak dapat tercapai lagi. Mimpiku
ingin menjadi seorang polisi atau dokter hanya tinggal kenangan dan kerinduan.
Bagai punggung merindukan bulan. Aku masih pergi ke gereja pada hari minggu
tapi hanya untuk bergaya, sebab aku tidak merasa ada yang spesial berubah dalam
hatiku, sepertinya tidak ada yang berubah. Boleh dikatakan bahwa aku ke gereja
hanya untuk jaga gengsi biar tidak dibilang katolik KTP oleh teman-teman saya.
Dalam
situasi hidupku seperti ini atau duniaku yang agak ‘miring’ ini aku tidak
mungkin berpikir untuk masuk biara. Apalagi tidak ada cita-cita untuk masuk
seminari atau biara sebelumnya, apalagi cita-cita menjadi imam. Aku terus hidup
dalam duniaku seperti ini selama tiga tahun masa SMA. Aku membayangkan bahwa
duniaku akan terus seperti ini hingga aku menuju dunia akhirat yang masih dalam
status tidak jelas. Apakah dunia “di atas” atau yang “di bawah”. Selama aku
hidup dalam duniaku ini, aku mengalami beberapa kali pengalaman kecelakaan
motor bahkan pernah dipukuli orang. Kecelakaan yang beberapa kali kualami ini
boleh dikatakan bahwa cukup parah sebenarnya. Aku bisa saja langsung mati di
tempat. Namun anehnya tidak pernah aku mengalami luka parah. Waktu itu aku
tidak tahu kenapa bisa begitu. Aku hanya berpikir bahwa ini semua keberuntunganku
karena tidak terjadi apa-apa. Bahkan meskipun diselamatkan beberapa kali dari
kecelakaan, aku tetap berpikir bahwa itu hanya kebetulan. Aku tidak pernah
menyadari bahwa itu semua berkat campur tangan Tuhan.
Layaknya
Kayla dan juga Mellisa yang diselamatkan
Tuhan ketika hendak membunuh diri, serta Nick yang pernah mengalami kecelakaan
dan terluput dari kecelakaan itu, aku pun demikian. Aku tidak menyadari kalau
segala bentuk keselamatan yang kuperoleh itu adalah berkat campur tangan Tuhan.
Baru sekarang ketika aku mengenang kembali baru aku sadari bahwa memang itu
semua berkat Tuhan. Kalau seandainya Tuhan tidak menyelamatkanku berarti aku tidak
akan bisa menikmati panggilan suciku ini. Namun aku yakin bahwa Dia sudah
mempunyai rencana untukku, tinggal saja aku mempercayainya—Aku Yesus, Aku tahu Segalanya, Aku tahu kalian semua, aku tahu kalian
sebelum kalian lahir. Dan aku punya rencana untuk setiap kalian, sebuah rencana
yang sempurna. Yang harus kalian lakukan adalah percaya pada-Ku.
Ketika
aku hampir menyelesaikan masa SMA, tiba-tiba suatu hari ada seorang frater TOP
pergi mengunjungi sekolah kami. Tujuannya jelas bahwa ia ingin mencari calon
baru untuk bergabung di kongregasinya. Frater itu berasal dari kongregasi Para
Misionaris Claretian. Seperti yang sudah saya katakan bahwa saya tidak
mempunyai keinginan untuk menjadi seorang imam dan saya sadar bahwa duniaku
sangat berbeda dengan dunia para calon imam dan sangat sulit pasti untuk
menyesuaikan apalagi menyamakannya, maka dari itu ketika dipanggil untuk mengikuti
tes untuk masuk biara, aku tidak mau. Aku tidak ingin pergi. Namun aku tidak
tahu kenapa sampai aku mau pergi waktu itu. Sekarang baru kusadari bahwa
mungkin waktu itu Tuhan yang berbisik dalam hatiku namun aku tidak menyadari
bahwa itu adalah suara Tuhan. Aku langsung mempunyai keinginan untuk pergi
mengikuti tes itu. Aku pun sangat serius mengikutinya, sehingga membuat
teman-temanku kaget dan sempat mengejekku katanya, “wahh Ver.. kamu kok serius
sekali sih mengerjakannya,, emang kamu mau masuk biara dan menjadi imam kah?hehehe”
Aku sempat malu waktu itu. Masa seorang preman sekolah mau masuk biara. Namun
entahlah aku tidak tahu apa yang telah terjadi. Aku sangat serius dengan test
itu. Dan aku sangat berharap semoga aku lulus.
Sebulan
kemudian sekolah kami menerima tiga buah amplop dari biara Claretian. Ternyata amplop
itu berisi surat kabar lulus bagi kami yang telah mengikuti tes itu. Betapa
bangganya saya ketika menerima amplop kelulusan itu. Meskipun demikian, saya
sempat merasa ragu dengan kabar itu. Hal itu karena yang lulus cuma 3 orang
dari 53 siswa yang mengikuti tes. Sejak saat itu saya mulai merasa bahwa saya
bisa dan sepertinya saya memiliki panggilan untuk menjadi seorang imam. Sejak
saat itu teman-teman dan guru-guruku sudah mulai memanggilku frater. Aku pun
sepertinya mulai melihat diri. Aku mulai mengubah pelan-pelan ‘kemiringan’
hidupku. Aku memberikan amplop itu kepada ibuku dan ia sangat terharu dan
menangis. Ia selalu menangis karena aku. Namun kali ini bukan menangis sedih
karena ulahku tetapi sebuah tangisan kebahagiaan. Tangisan rasa syukur karena
anak satu-satunya telah ‘kembali’. Aku akhirnya pun menyampaikan niatku
kepadanya bahwa aku ingin menjadi seorang biarawan Claretian.
Ibuku
sangat serius menanggapi keinginanku ini. Ia betapa sibuk menyiapkan segala
sesuatu keperluanku untuk masuk biara. Aku pun semakin merasa bahwa betapa
kasih Tuhan begitu besar tercurah kepadaku melalui ibuku. Aku seperti melihat
St. Monica yang sangat berbahagia ketika St. Agustinus bertobat dan menjadi
seorang Kristen sejati. Aku sempat berpikir bahwa selama ini aku didoakan ibuku
seperti St. Agustinus yang didoakan terus menerus oleh St. Monica. Dan Juga
seperti Nick yang selalu didoakan terus menerus oleh neneknya yang sangat
mengasihinya. Tuhan aku sadar betapa cinta-Mu begitu besar terhadapku. Aku pun
ingin berseru “Tuhan kutahu cintaku
terbatas dan tak sempurna tetapi kumau mencintai-Mu tanpa syarat, sebagaimana
Engkau telah mencintaiku tanpa syarat dengan cinta-Mu yang sempurna dan tiada
batas (145)”.
Seruan doa Rm. Pras inilah yang bisa saya
gambarkan rasa syukurku ketika ingin masuk pertama kali di biara. Aku tahu ini
adalah sebuah perjalanan menuju ke dunia baru yang bukan duniaku, namun akau
juga yakin bahwa Cinta Tuhan yang sempurna mencintaiku tanpa syarat akan selalu
menaungiku. Dan aku juga akan berusaha untuk mencintai-Nya tanpa syarat dengan
cintaku yang terbatas ini. Aku akhirnya memasuki dunia baru yang bukan duniaku
ini. Dunia membiara. Meskipun awalnya terasa sulit namun aku tetap tabah dan
sabar. Aku masuk ke dunia baru ini karena berkat Cinta Tuhan. Itulah yang
selalu kupikirkan jika sedang mengalami kesulitan dalam hidup membiara. Aku
sangat bersyukur, karena hingga kini aku masih dipercayakan-Nya untuk menjalani
panggilan suci ini kepadaku. Aku bersyukur bahwa Aku masih mendengar Ia memanggilku
untuk mengikuti tes dan mengabaikan godaan sang Deville. Aku lebih memilih untuk mengikuti-Nya. Tuhan terima kasih
untuk semua ini. Aku mohon penyertaan-Mu selalu dalam setiap derap langkahku
dalam menjalani panggilan ini. AMIN
0 komentar:
Posting Komentar