Menguak Kebenaran Pembunuhan Goliat
I. Latar Belakang
Sejak kita duduk di bangku sekolah dasar, kita telah mendengar kisah tentang Daud dan Goliat dari para guru. Dalam kisah itu dikisahkan kehebatan Daud ketika membunuh Goliat. Hanya dengan umban dan batu, Daud membunuh Goliat yang dikenal sebagai orang nomor satu dalam pasukan Bangsa Filistin. Bahkan dikisahkan bahwa Daud tidak memakai perlengkapan perang layaknya seorang tentara pada zaman itu—meskipun ditawarkan pakaian perang Saul tetapi ia tidak bisa menggunakannya karena terlalu berat sehingga membuatnya tidak bisa berjalan dan bergerak bebas. Postur tubuh Daud pun berbeda jauh dengan Goliat. Boleh dikatakan bahwa Daud tidak terhitung dan dipandang sebagai tentara. Hal itu dapat kita lihat dari sikap sinis Goliath terhadap Daud. Namun apa yang terjadi tidak dapat diduga. Daud sangat mudah membunuh Goliat. Sebagai seorang beriman kepada Allah, saya secara pribadi menerima dan dapat memahami kisah ini karena Daud sendiri katakan kepada Goliat bahwa “...tetapi aku mendatangi engkau dengan nama Tuhan semesta alam, Allah barisan Israel yang kau tantang itu” (1 Sam 17:45). Hal itu berarti bahwa Daud hanya sebagai perantara dari Allah untuk melawan dan mengalahkan musuh Israel—bangsa Filistin. Dengan kata lain Allah sendirilah yang membunuh Goliat.
Namun terlepas dari keyakinan bahwa Allah lah yang berperang atas Israel melalui perantara Daud, yang dikisahkan sedemikian rupa dalam kisah 1 Sam 17, kini kisah itu pun akhirnya dipertanyakan kebenarannya oleh karena muncul kisah lain yang serupa yang terdapat dalam 2 Sam 21:19. “Serupa” yang dimaksudkan di sini adalah sama-sama berkisah tentang perang antara Israel dan Filistin. Secara khusus tentang kisah pembunuhan Goliath, sang pahlawan orang Filistin itu. Dalam teks 2 Sam 21:19, dikisahkan bahwa orang yang membunuh Goliat adalah Elhanan bin Yaare-Oregim yang berasal dari Betlehem. Gambaran tentang besarnya ukuran gagang pedang Goliat yakni seperti pesa tukang tenun mau mengatakan bahwa pemilik pedang itu (Goliat) juga pasti memiliki postur tubuh yang besar dan tinggi. Jadi tidak diragukan lagi tentang kesamaan beberapa bagian dari kedua kisah tersebut—1 Sam 17 dan 2 Sam 21:19.
Namun bagian yang sama itulah yang membuat para ahli Kitab Suci dan juga kita mempertanyakan perbedaannya. Di sini yang berbeda adalah tokoh yang membunuh Goliat. Apakah yang membunuh Goliat adalah Daud, seperti yang dikisahkan dalam 1 Sam 17? Ataukah Elhanan, seperti yang dikisahkan dalam 2 Sam 21:19? Apakah ada kemungkinan bahwa Elhanan adalah nama atau julukan lain dari Daud? Atau mungkin Elhanan adalah prajurit/bawahan Daud? Sehingga kesuksesan Elhanan membunuh Goliat tidak terlepas dari kehebatan pemimpin. Jadi nama pemimpinlah yang harus dikenang atau ditulis. Dalam tulisan singkat dan sederhana inilah penulis ingin sedikit membedah persolan ini.
Possible dan Impossible Kisah Daud dan Elhanan
Untuk para pembaca modern dewasa ini mungkin tampak sulit untuk mempercayai bahwa seorang tentara bersenjata perang yang lengkap bisa dibunuh hanya dengan sekali tembakan dari pengumban. Tapi umban, pada zaman Daud adalah bukan mainan anak-anak. Melainkan sebuah senjata yang menakutkan dan secara luas diakui kefektifannya di seluruh Timur Tengah dan Eropa. Memang, beberapa tentara yang paling kuat dari dunia kuno benar-benar memilih umban dengan busur dan anak panah dalam pertempuran. Namun "pengumban itu lebih bebas bergerak daripada pemanah, dan juga lebih akurat, bahkan ada yang mengatakan lebih berbahaya dari peluru," tulis penulis Robert Pinsky di The Life of David.[1]
“Daud memasukkan tangannya dalam kantungnya, diambilnyalah sebuah batu dari dalamnya, diumbannya, maka kenalah dahi orang Filistin itu, sehingga batu itu terbenam ke dalam dahinya, dan terjerumuslah ia dengan mukanya ke tanah (1 Sam17:49). Ayat ini juga menjadi sebuah kontraversi karena waktu berperang itu Goliat menggunakan helm perang—bahan dasarnya adalah perunggu—untuk menutupi kepalanya, mana mungkin batu itu bisa terbenam pada dahinya. Banyak tafsiran berkaitan dengan ayat ini. Bahkan ada yang mengatakan bahwa batu itu bukan mengenai dahinya tetapi melesat dan terbenam pada lutut raksasa itu sehingga membuat dia tidak bisa berjalan. Saat ia tersandung dan jatuh, Daud dengan segera menghampiri dan meraih pedang Goliat serta memenggal kepalanya dengan pedang itu.[2] Tafsiran ini juga cukup logis jika dikaitkan dengan kisah pembunuhan itu. Di mana setelah diumban dengan batu, Daud melanjutkan dengan memenggal kepalanya. Dapat diprediksi bahwa mungkin Goliat tidak langsung mati tetapi hanya jatuh dan tidak bisa berjalan sehingga Daud mengambil pedang Goliat sendiri dan membunuhnya. Namun apakah semudah itu? Seberapa tidak berdayanya Goliat sehingga ia membiarkan Daud memenggal kepalanya? Dan juga kalau seandainya benar bahwa ada beberapa lapisan pasukan yang berada di depan Goliat, mengapa mereka membiarkan Daud tetap mebunuh Goliat? Persoalan-persoalan inilah yang selalu ditemukan untuk memahami teks ini. dapat dikatakan bahwa selalu ada keraguan dan pertanyaan dalam setiap kemungkinan tafsiran.
Sementara dari cerita tentang Elhanan yang terdapat dalam 2 Samuel dan Tawarikh para ahli menafsirkan bahwa terdapat kekeliruan penyalinan teks oleh redaktur. Kekeliruan ini berkaitan dengan penggandaan atau pendobelan kata yang memiliki akar kata yang sama pada teks aslinya. Hal ini bisa kita temukan ketika diidentifikasi dengan teks yang paralel yang terdapat dalam Tawarikh. Teks Masoretik di sini berbunyi "Elhanan bin Yaare-Oregim," tapi kata terakhir ‘Oregim, berarti "penenun," dan tampaknya jelas bahwa telah terjadi suatu penggandaan kata ‘Oregim’ oleh redaktur di akhir ayat.[3] Nah, dengan adanya persoalan ini kita bisa mempertanyakan kesamaan deskripsi prajurit raksasa yang dibunuh oleh Daud dan Elhanan. Kata ‘Oregim’ yang terdapat di akhir ayat yang kemudian diterjemahkan menjadi sebuah kata yang mendeskripsikan senjata Goliat itu mungkin tidak dengan sengaja diterapkan dalam teks oleh redaktur. Seandainya itu disengaja berarti redaktur memiliki tujuan tertentu.
Sesungguhnya terdapat banyak tafsiran-tafsiran atau penemuan-penemuan dari para ahli untuk mempertanyakan kebenaran dan unsur historisitas dari kedua kisah kontrversial ini. Namun, di sini saya hanya menampilkan beberapa persoalan yang saya temukan dan pahami. Jika teks ini semakin dipelajari dan didalami lebih jauh maka possible dan impossible dari kedua kisah ini akan semakiin banyak yang nampak. Dan saya yakin banyak hal yang dapat diragukan atau dipertanyakan kebenarannya. Namun yang terpenting adalah bagaimana kita melihat dan memahami teks itu sekarang. Berikut ini saya akan sedikit masuk dalam persoalan utama, yakni tentang kontraversi kisah pembunuhan Goliat.
Kontraversi Kisah Pembunuhan Goliat
Kisah pembunuhan Goliat kini menjadi sebuah kisah yang menarik dikaji ulang untuk mencari tahu kebenarannya. Paham kita sejak kecil tentang tokoh Daud sebagai pembunuh Goliat rupanya semakin dipertanyakan kebenaranya. Hal itu karena dalam 2 samuel juga terdapat kisah yang sama, namun bukan Daud lah yang membunuh Goliat tetapi Elhanan. “Elhanan bin Yaare-Oregim, orang Betlehem itu, menewaskan Goliat, orang Gat itu, yang gagang tombaknya seperti pesa tukang tenun” (2 Sam 21,19b). Kontraversi ini akhirnya melahirkan berbagai model jawaban yang berdasar pada teori dan tafsiran para ahli.
Salah satu teori menyatakan bahwa hanya suatu kebetulan bersamaan saja David dan Elhanan membunuh raksasa dari Gat bernama Goliat yang membawa tombak yang lebar dan berat seperti "pesa tukang tenun itu."[4] Hal ini berarti bahwa memang benar keduanya sama-sama membunuh seorang prajurit raksasa, tetapi orang yang dibunuh berbeda. Dan kesamaan deskripsi tokoh Goliat itu hanyalah suatu kebetulan saja. Beberapa ahli berpandangan bahwa terdapat lebih dari satu prajurit besar yang berasal dari Gat (orang Gat) yang bernama Goliat.[5] Berkaitan dengan ini, perlu diperhatikan bahwa Gat sangat identik dengan Kanaan. Banyak penafsir menunjukkan bahwa menurut Yosua 11.22, Gat merupakan tempat tinggal 'orang Kanaan', dan bangsa Kanaan memiliki ras-ras raksasa. Orang-orang Filistin adalah bangsa laut dan sebagai pendatang baru di pantai Kanaan.[6] Di sini ada kemungkinan bahwa terjadi perkawinan antara kedua suku atau ras ini sehingga menghasilkan ras-ras manusia raksasa yang baru. Hal ini juga menyebabkan beberapa ahli beranggapan bahwa Goliat itu bukanlah nama orang tetapi julukan bagi orang Filistin.[7]
Teori lain mengatakan bahwa Daud tidak pernah membunuh Goliat. Kisah gembala muda yang heroik dan taat yang menaklukkan raksasa itu ditambahkan ke naskah aslinya beberapa tahun kemudian oleh salah seorang pengagum Daud untuk memposisikan Daud dalam posisi yang terbaik.[8] Kalau memang bukan Daud berarti Elhanan lah yang membunuh Goliat. Dan di sini kita dapat melihat bahwa sesungguhnya memang benar bahwa Elhanan yang telah membunuh Goliat dan Elhanan di sini berperan sebagai bawahan atau prajurit dari Daud yang merupakan Raja sekaligus kepala pasukan (memimpin perang). Dan biasanya kesuksesan suatu bangsa atau pasukan perang dalam suatu peperangan adalah kesuksesan dari Raja atau yang memimpin pasukan itu. Oleh karena itu, yang dikenal oleh dunia atau bangsa lain adalah raja atau pemimpinnya. Demikian juga jika kemenangan itu dicatat dalam buku sejarah, maka yang dicatat adalah nama raja atau pemimpinnya bukan bawahan atau prajuritnya.
Heneyman (1948: 23-24) menyimpulkan bahwa “Daud” adalah nama takhta seorang pria yang memiliki nama pribadi Elhanan.[9] Persoalan kontradiksi kedua kitab ini adalah bahwa sesungguhnya Elhanan dan Daud itu hanya satu orang yang sama, yang memakai dua nama. Pendukung teori ini menunjukkan bahwa hal ini tidak jarang atau sudah biasa bagi raja Israel untuk mengambil "nama tahkta." Sebagai contoh, nama kelahiran pengganti Raja Daud adalah Jedidiah, tapi setelah penobatannya sebagai raja ia mengubah namanya menjadi Salomon. Demikian, Daud mungkin telah lahir sebagai Elhanan tapi kemudian mengadopsi nama Daud (sering diterjemahkan dari bahasa Ibrani dengan "yang dikasihi") ketika ia naik takhta.[10] Namun ada kemungkinan lain bahwa bukan Daud lah yang membunuh Goliat tetapi Elhanan. Elhanan adalah pahlawan yang sesungguhnya dari cerita tersebut, namun dalam kisah legenda selanjutnya keagungannya ini kemudian dicoret atau dirampas oleh Dinasti Daud.[11]
Sebuah teori akhir terkait misteri kedua pembunuhan Goliat berpendapat bahwa kematian raksasa di tangan Elhanan yang ada dalam Kitab Kedua Samuel adalah sebuah kesalahan—mungkin kesalahan dari penyalin teks yang kurang teliti. Jawabanan yang sebenarnya menurut teori ini ada pada pertanyaan “siapakah sebenarnya yang dibunuh Elhanan dalam peperangan itu?”. Hal ini bisa ditemukan dalam kitab lain selain kedua Kitab Samuel ini, yakni Kitab Tawarikh.[12] “Maka terjadilah lagi pertempuran melawan orang Filistin lalu Elhanan bin Yair menewaskan Lahmi, saudara Goliat, orang Gat itu yang gagang tombaknya seperti pesa tukang tenun” (1 Taw 20:5). Kitab ini ingin menerangkan bahwa yang dibunuh oleh Elhanan itu bukanlah Goliat tetapi saudaranya yang bernama Lahmi. Berkaitan dengan kesamaan deskripsi terhadap tokoh yang dibunuh ini, hemat saya tidak menjadi masalah karena keduanya bersaudara dan pasti bahwa gen raksasanya juga sama. Hal ini juga memiliki kaitan dengan paham bahwa orang Gat memiliki ras Kanaan yang memiliki gen atau keturunan raksasa. Namun kita juga perlu menyadari bahwa Kitab Tawarikh ini ditulis kemudian dan sumber utama penulisannya adalah Kitab Raja-raja dan juga termasuk Kitab Samuel ini. boleh dikatakan bahwa Kitab Tawarikh adalah sebuah penulisan ulang dari Kitab Raja-raja dan Samuel.
Namun terdapat pemahaman bahwa Kitab Tawarikh rupanya ingin mengambil jalan tengah dari kontraversi ini. Dengan tetap mempertahankan bahwa Daud dan Elhanan adalah dua orang yang berbeda dan juga membunuh dua orang yang berbeda. Penulis Tawarikh, yang merupakan penulisan ulang dari Samuel/Raja-raja yang dilakukan dalam waktu yang amat kemudian dan dalam praduga-praduga keagamaan yang amat berbeda, dibingungkan oleh pernyataan sumbernya bahwa Goliat telah dibunuh oleh Elhanan. Guna menyingkirkan kesulitan itu ia menduga atau menciptakan seorang saudara lelaki Goliat. Unsur nama Lahminya berasal dari potongan kata ‘orang Betlehem’. Namun demikian, ini berarti bahwa Tawarikh, atau sejumlah bahan yang dijadikan sumbernya, telah menciptakan cerita-cerita untuk menyingkirkan kesulitan-kesulitan itu. Buku-buku evangelikal konservatif lebih suka mengatakan bahwa teks dalam 2 Samuel 21:19 itu keliru. Tawarikh lah yang memiliki teks yang benar. Dengan kata lain, sejak semula Daud lah yang membunuh Goliat dan Elhanan membunuh saudara lelaki Goliat.[13]
Sentilan Akhir
Demikianlah beberapa kemungkinan tafsiran yang bisa saya temukan melalui studi pustaka. Saya menyadari bahwa apa yang saya tulis ini belum seberapa membantu kita untuk memahami kisah kontraversial ini. Dan memang bukan itu tujuan utama saya. Secara khusus tentang tokoh Daud, yang termasuk tokoh dalam Kitab Suci yang tidak mudah dipahami kebenaran historisnya. Bahkan bagi mereka yang dekat dengannya, tidak banyak mengetahui dengan jelas apa yang ia katakan dan lakukan dengan musuh-musuhnya atau dengan orang-orang yang mendukung dan mencintainya. Dia adalah seorang yang sulit dipahami, meskipun oleh orang yang tinggal bersamanya.[14] Apalagi berkaitan dengan kisahnya dengan orang Filistin. Hemat saya, perlu disadari bahwa apa yang ada dalam Kitab Suci sekarang merupakan kisah yang ditulis dari Perspektif Israel sebagai bangsa pilihan Allah, dan akan menjadi lain ceritanya jika kita melihat kisah ini dari perspektif Filistin.
Penjelasan yang benar untuk kisah yang berbeda dari kematian Goliat mungkin tidak akan pernah diketahui. Namun, yang paling jelas adalah dari Kitab Pertama Samuel—Sumber utama untuk kehidupan Daud di tahun-tahun awal—yang ketika ia masih muda, Daud berhasil membedakan dirinya sebagai prajurit pemberani dan terampil dalam pertempuran melawan orang Filistin.[15] Oleh karena itu, yang terpenting sekarang adalah bagaimana cara pandang kita akan Kitab Suci dan hal itu dapat kita terapkan dalam hidup keberimanan kita di era sekarang ini. Meskipun ada banyak interpretasi-interpretasi dari para ahli tentang kisah ini, kita dapat jadikan itu sebagai sebuah studi ilmu dan bukan untuk mencari kebenaran historis Kitab Suci.
Bibliografi
Slavicek, Louise Chipley.,
2009, King David, , Chelsea House, America
Bernard, David T.,
2004, With Skilful Hand’The Story of King David’, McGill-Queen’s University Press, London
Bodner, Keith.,
2009, I Samuel A Narrative Commentary, Sheffield Phoenix Press Department of Biblical Studies, University of Sheffield,
Alter, Robert.,
1999, The David Story ‘A Translation With a Comentary of 1 and 2 Samuel, W.W Norton dan Company. Inc, New York
McCarter JR, Kyle.,
II Samuel, Ane translation with Introduction, Notes and Commentary, New York, Bantam Duble Day
Finkelstein, Israel and Silberman, Neil Asher.,
2000, DAVID AND SOLOMON In Search of the Bible’s Sacred Kings and The Roots of The Westerns Tradition, New York, Free Press, 2006, hlm. 196teven L. McKenzie, King David, A Biography, Oxford, New York
Barr, James.,
1996, Fundamentalisme, London, SCM Press, 1981; diterjemahkan oleh Stephen Suleeman, cet.2, Gunung Mulia, Jakarta
[1] Louise Chipley Slavicek, King David, Chelsea House, America, 2009, hlm. 38-39.
[2] David T. Bernard, With Skilful Hand’The Story of King David’, McGill-Queen’s University Press,London, 2004, hlm. 14.
[3] Robert Alter, The David Story ‘A Translation With a Comentary of 1 and 2 Samuel, W.W Norton dan Company. Inc, New York, 1999, hlm. 334.
[4] Louise Chipley Slavicek, King David, hlm. 40.
[5] Steven L. McKenzie, King David, A Biography, Oxford, New York, 2000, hlm. 76.
[6] Keith Bodner, I Samuel A Narrative Commentary, Sheffield Phoenix PressDepartment of Biblical Studies, University of Sheffield, 2009, hlm. 177.
[7] Robert Alter, The David Story ‘A Translation With a Comentary of 1 and 2 Samuel, hlm. 334.
[8] Louise Chipley Slavicek, King David, hlm. 40-41
[9] P. Kyle McCarter, JR., II Samuel, Ane translation with Introduction, Notes and Commentary, New York, Bantam Duble Day, hlm. 450.
[10] Louise Chipley Slavicek, King David, hlm. 41.
[11] Israel Finkelstein and Neil Asher Silberman, DAVID AND SOLOMON In Search of the Bible’s Sacred Kings and The Roots of The Westerns Tradition, New York, Free Press, 2006, hlm. 196.\
[13] James Barr, Fundamentalisme, London, SCM Press, 1981; diterjemahkan oleh Stephen Suleeman, cet.2, Jakarta, Gunung Mulia, 1996, hlm. 331.
[14] David T. Bernard, With Skilful Hand’The Story of King David’, hlm. 7.
[15] Louise Chipley Slavicek, King David, 2009, hlm. 41.
0 komentar:
Posting Komentar